Batubara

Tragedi Ekologi di Batu Bara, Dinkes P2KB Diminta Tegakkan Standar Kesehatan Lingkungan

post-img
Foto : Ribuan ikan nila yang dibudidayakan Kelompok Teratai di keramba jaring apung di Dusun X, Desa Mangkai Lama, Kecamatan Lima Puluh, dilaporkan mati massal pada, Selasa, 7 Januari 2025. (poto/dok)

LDberita.id - Batubara, Tragedi lingkungan kembali mengguncang Kabupaten Batu Bara. Ribuan ikan nila di keramba Kelompok Budidaya Ikan Teratai, Dusun X Desa Mangkei Lama, Kecamatan Lima Puluh, mati mendadak.

Insiden ini diduga kuat disebabkan oleh limbah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PTPN IV Gunung Bayu di Kabupaten Simalungun, yang mencemari aliran sungai akibat jebolnya tanggul limbah.

Matinya ikan-ikan tersebut bukan hanya mengakibatkan kerugian ekonomi besar bagi masyarakat pembudidaya, tetapi juga mengancam kesehatan lingkungan dan kelangsungan ekosistem.

Peristiwa ini menggambarkan betapa lemahnya pengawasan terhadap industri yang berpotensi mencemari lingkungan.

Ramli Sinaga, menyerukan tindakan tegas dari pemerintah daerah.

Menurutnya, respons lamban terhadap insiden seperti ini hanya akan memperparah dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan masyarakat Batu Bara.

“Ini adalah bukti nyata bahwa pengawasan terhadap limbah industri di daerah kita sangat lemah.

Pemerintah tidak boleh hanya berpangku tangan. Penyelidikan menyeluruh harus segera dilakukan untuk memastikan penyebab utama pencemaran ini dan siapa yang bertanggung jawab,” ujarnya

Ramli menambahkan, Dinas Kesehatan P2KB dan Dinas Lingkungan Hidup Batu Bara harus segera turun tangan dengan melakukan uji kualitas air sesuai standar yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Kesehatan Lingkungan.

“Kesehatan masyarakat adalah prioritas utama. Jangan sampai kejadian ini menjadi bencana kesehatan karena pencemaran air,” katanya.

Ramli juga mendesak pemerintah daerah untuk menyusun regulasi daerah yang lebih ketat sebagai turunan dari peraturan Kementerian Kesehatan.

Regulasi ini harus menjadi dasar hukum yang kokoh untuk menindak tegas perusahaan atau industri yang mencemari lingkungan.

“Ini bukan hanya soal peraturan di atas kertas, kita butuh implementasi nyata dan pengawasan ketat. Industri harus menyadari bahwa mereka tidak bisa terus merusak lingkungan tanpa konsekuensi hukum,

Untuk mengatasi dampak jangka pendek dan mencegah kejadian serupa, Ramli mengajukan beberapa langkah strategis.

1. Uji Kualitas Air: Pemerintah harus segera melakukan pengujian air di wilayah terdampak untuk memastikan kadar pencemaran dan jenis limbah yang mencemari sungai.

2. Sanksi Tegas: Jika terbukti bersalah, perusahaan yang terlibat harus dikenai denda besar, penutupan sementara, atau bahkan pencabutan izin operasi.

3. Restorasi Ekosistem: Sungai yang tercemar harus segera direhabilitasi untuk mengembalikan fungsi ekosistemnya.

4. Peningkatan Pengawasan: Pemerintah daerah harus membentuk tim khusus untuk memantau limbah industri secara berkala.

Ramli mengingatkan, persoalan ini tidak hanya tentang matinya ribuan ikan nila. Pencemaran ini adalah ancaman nyata bagi keberlanjutan hidup masyarakat Batu Bara.

Air yang tercemar tidak hanya menghancurkan ekosistem, tetapi juga menimbulkan risiko kesehatan yang serius, seperti penyakit kulit, infeksi saluran cerna, dan keracunan.

“Ini adalah panggilan bagi kita semua untuk bertindak. Pemerintah harus tegas, masyarakat harus waspada, dan industri harus bertanggung jawab.

Jangan sampai tragedi ini menjadi rutinitas di Batu Bara,” tegas Ramli.

Kejadian ini menjadi pengingat pahit bahwa lingkungan adalah warisan berharga yang harus dijaga bersama.

Ramli berharap pemerintah daerah, khususnya Pj Bupati Batu Bara, segera mengambil langkah konkret untuk melindungi masyarakat dan lingkungan.

“Lingkungan yang sehat adalah hak setiap warga. Jangan sampai keuntungan segelintir pihak menghancurkan masa depan kita semua. Pemerintah dan masyarakat Batu Bara harus bersatu menyelamatkan lingkungan dari kehancuran lebih lanjut." tandasnya. (Boy)

Berita Terkait