Medan

Ditudu lakukan Pungli Oknum PPPK Angkat Bicara, AMS : Pinjaman Pribadi Bukan Pungli

post-img
Foto : Oknum Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Kanwil Kemenag Sumatera Utara berinisial (AMS), memberikan klarifikasi terkait pemberitaan yang menyebut dirinya terlibat dalam dugaan pungutan liar (pungli)

LDberita.id - Medan, Oknum Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Kanwil Kemenag Sumatera Utara berinisial (AMS), memberikan klarifikasi terkait pemberitaan yang menyebut dirinya terlibat dalam dugaan pungutan liar (pungli).

Dalam keterangannya kepada media, AMS menegaskan bahwa peristiwa yang sebenarnya adalah persoalan pribadi yaitu peminjaman uang yang terjadi tahun 2024 sebelum dirinya diangkat menjadi PPPK di Kanwil Kemenag Sumut.

“Berita itu tidak benar, persoalan yang sebenarnya adalah masalah hutang pribadi dan itu terjadi pada tahun 2024 sebelum saya menjadi pegawai PPPK di Kanwil Kemenag Sumut, saat itu saya meminjam uang sebesar Rp56 juta,” ujar AMS, Kamis (30/10/2025).

Ia menjelaskan bahwa persoalan tersebut muncul karena dirinya belum mampu melunasi pinjaman kepada almarhum pemberi dana pada waktu yang telah disepakati.

“Polemik ini terjadi karena kelalaian saya dalam mengembalikan uang pinjaman. Saat itu dana untuk membayar belum mencukupi, saya baru bisa membayar lunas pada oktober 2025 kemari" tambah AMS.

AMS berharap persoalan hutang itu tidak di priming menjadi konsumsi publik karena telah diselesaikan secara kekeluargaan.

"Saya pegawai honor biasa, mana mungkin bisa menjanjikan seseorang untuk menjadi kepala Madrasaha seperti yang telah diberitakan, saya berharap persoalan ini jangan di goreng lagi karena suda selesai" tambahnya.

Sementara itu, Praktisi Hukum Nanang Ardiansya Lubis, SH, menilai bahwa apabila benar terjadi transaksi pemberian uang untuk memperoleh jabatan tertentu, maka peristiwa tersebut bukan termasuk pungutan liar, melainkan masuk dalam ranah tindak pidana suap.

“Jika terjadi pemberian uang untuk memengaruhi keputusan administratif, seperti pengangkatan jabatan kepala sekolah, maka itu adalah suap, bukan pungli,” tegas Nanang saat dimintai tanggapan.

Nanang menjelaskan, dalam konteks hukum pidana, posisi almarhum yang memberikan uang dapat dikategorikan sebagai pihak pemberi suap (penyuap). Namun, karena yang bersangkutan telah meninggal dunia, maka proses hukum terhadap dirinya otomatis gugur demi hukum sesuai Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

“Proses hukum tidak dapat dilanjutkan terhadap seseorang yang sudah meninggal dunia. Namun, jika kasus ini murni pinjam-meminjam yang berujung wanprestasi atau gagal bayar, maka itu masuk ranah perdata, bukan penggelapan,” jelasnya.

Dengan demikian, berdasarkan penjelasan hukum tersebut, persoalan yang menyeret nama AMS dinilai lebih tepat dikategorikan sebagai sengketa perdata akibat keterlambatan pelunasan pinjaman, bukan tindak pidana pungli sebagaimana sempat diberitakan. (red)

Berita Terkait