Hukum

Penyidik JAM PIDSUS Perkuat Bukti Kasus Korupsi Digitalisasi Pendidikan, Satu Saksi Diperiksa

post-img
Foto : Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) kembali melakukan pemeriksaan terhadap satu orang saksi

LDberita.id - Jakarta, Kejaksaan Agung Republik Indonesia melalui Tim Jaksa Penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) kembali melakukan pemeriksaan terhadap satu orang saksi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada Program Digitalisasi Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI tahun 2019 hingga 2022. Kamis (30/10/2025),

Saksi yang diperiksa berinisial NA, selaku Admin e-Katalog pada PT Samafitro, diperiksa untuk memberikan keterangan terkait dengan proses pengadaan barang dan jasa dalam proyek digitalisasi pendidikan yang diduga sarat penyimpangan. Pemeriksaan ini berkaitan dengan penyidikan atas nama tersangka MUL, yang sebelumnya telah ditetapkan oleh penyidik Kejagung dalam perkara serupa.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung menyampaikan bahwa pemeriksaan terhadap saksi NA dilakukan untuk memperkuat alat bukti dan melengkapi berkas perkara guna kepentingan penuntutan.

“Pemeriksaan saksi ini menjadi bagian penting untuk mengungkap keterlibatan pihak-pihak lain yang turut berperan dalam pelaksanaan proyek digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek,” ujar pejabat Puspenkum Kejagung.

Program Digitalisasi Pendidikan yang dilaksanakan Kemendikbudristek sejak 2019 sejatinya bertujuan untuk meningkatkan akses pendidikan melalui penyediaan perangkat teknologi bagi sekolah di seluruh Indonesia. Namun, berdasarkan hasil penyelidikan Kejagung, terdapat dugaan penyelewengan dalam proses pengadaan perangkat TIK, markup harga, serta pengaturan vendor tertentu melalui sistem e-Katalog.

Jika terbukti, tindakan tersebut melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun serta denda maksimal Rp1 miliar.

Kejaksaan Agung menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini secara transparan dan akuntabel, mengingat program tersebut menyangkut hajat hidup generasi penerus bangsa di sektor pendidikan.

“Negara tidak boleh dirugikan oleh praktik curang yang justru menghambat kemajuan pendidikan nasional,” tegasnya

Dengan demikian, Kejagung memastikan proses hukum akan terus berlanjut terhadap seluruh pihak yang diduga terlibat, demi menegakkan supremasi hukum dan menjaga integritas program pendidikan nasional." tandasnya. (Js)

Berita Terkait