LDberita.id - Batubara, Suhu politik di Kabupaten Batu Bara semakin memanas, terutama setelah pernyataan mengejutkan dari salah satu calon bupati, H. Baharuddin Siagian. Dalam sebuah acara kampanye, pantun yang ia ucapkan menjadi sorotan tajam, tidak hanya oleh masyarakat, tetapi juga oleh para pengamat sosial dan budaya setempat.
Pantun tersebut berbunyi, "Kampak bukan sembarang kampak, Kampak pembelah kayu, Menangkan suku Batak, Di tanah Melayu."
Ungkapan ini, yang pada awalnya mungkin dimaksudkan untuk merangkul keberagaman etnis di Batu Bara, justru dianggap oleh banyak pihak sebagai potensi ancaman terhadap persatuan adat dan budaya Melayu.
Pengamat sosial Batu Bara, Ramli Sinaga, dengan tegas menyoroti pantun ini sebagai "kampak yang membelah" bukan hanya kayu, tetapi juga harmoni di Tanah Melayu. katanya Ramli
"Pantun Bahar bukan sekadar permainan kata, tapi bisa menjadi pemicu gesekan etnis. Kampanye politik mestinya tidak merusak tatanan adat yang sudah terjaga," ujar Ramli dalam wawancara kepada media ladangberita.id. Sabtu (12/10/2024).
Datuk Said Aldi Al Idrus, yang mengenal Baharuddin secara pribadi, merasa perlu untuk meluruskan maksud dari pantun tersebut.
Menurutnya, Baharuddin adalah sosok yang sangat peduli dengan Melayu, dan pernyataannya mungkin saja disalahartikan atau dimanipulasi oleh lawan politiknya.
"Dari dulu, Bahar selalu bangga dengan Melayu dan Batu Bara. Pantun itu sepertinya dipelintir untuk menciptakan kesalahpahaman. Ini jelas kampanye hitam," ucap Said yang di kutip pada sala satu media online.
Namun, di balik upaya klarifikasi ini, pantun Baharuddin Siagian tetap mengundang tanya besar. Apakah ini sekadar salah langkah dalam berkomunikasi politik, ataukah sinyal bahwa kepentingan suku tertentu mulai ditonjolkan di atas kesetaraan antar golongan di Batu Bara.
Ramli Sinaga tak menampik adanya kemungkinan maksud tersembunyi di balik pantun tersebut. "Saat Anda bicara soal memenangkan satu suku di tanah suku lain, itu bukan hal yang bisa dianggap remeh.
Apalagi, Batu Bara adalah tanah Melayu yang menjunjung tinggi adat istiadatnya. Bahar seharusnya lebih berhati-hati dalam memilih kata," ujar Ramli.
Pantun Baharuddin, bagi sebagian kalangan masyarakat, seperti pisau bermata dua.
Di satu sisi, ia mungkin mencoba menyuarakan harmoni antar suku di Batu Bara, tetapi di sisi lain, kata-katanya menjadi senjata bagi mereka yang melihatnya sebagai ancaman terhadap identitas Melayu.
"Politik tidak boleh menggunakan adat dan budaya sebagai alat untuk meraih suara," lanjut Ramli. "Apalagi jika itu justru menyinggung perasaan masyarakat setempat.
Said Aldi Al Idrus menambahkan bahwa di masa-masa Pilkada seperti ini, masyarakat Melayu harus lebih bijaksana dalam menyikapi setiap isu yang beredar.
"Tentu di setiap momentum pemilu akan selalu ada isu SARA yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Puak Melayu harus tetap tenang dan cerdas dalam menerima informasi," ujarnya.
Terlepas dari segala klarifikasi dan upaya meluruskan, pantun Baharuddin Siagian sudah terlanjur menjadi bumbu panas dalam politik Batu Bara.
Apakah ini akan memengaruhi perolehan suaranya, atau justru menambah simpati dari kalangan tertentu, hanya waktu yang akan menjawab.
Yang jelas, kampak dalam pantunnya telah membelah perhatian publik dan mungkin juga, kesatuan sosial di Tanah Melayu." tandasnya. (Boy)
.jpg)





