LDberita.id - Batubara, Menjelang seratus hari pertama pemerintahan biasanya menjadi momen pembuktian bagi kepala daerah baru. Baharuddin Siagian, Bupati Batu Bara, tampaknya tak ingin menyia-nyiakan waktu dengan berbagai gebrakan yang diumumkan ke publik.
Namun, di tengah gegap gempita pencitraan, masyarakat mulai bertanya-tanya seberapa nyata dampak dari program-program 100 hari yang dicanangkan.
Saat dilantik, salah satu janji besar Baharuddin adalah ‘berkantor di setiap desa’. Sebuah gagasan progresif yang, jika benar-benar diwujudkan, bisa membawa pelayanan publik lebih dekat ke rakyat.
Sayangnya, hingga hari ini, janji itu masih sebatas ucapan manis di awal kepemimpinan. Masyarakat yang awalnya menanti kehadiran pemimpin mereka di desa-desa kini hanya disuguhi spanduk, baliho, dan berita seremoni.
“Katanya mau dekat dengan rakyat, tapi yang datang malah foto-foto di media. Kantor desa tetap sepi, jalan rusak masih dibiarkan,” keluh seorang warga Desa Perupuk.
Di sektor kesehatan, Pemkab Batu Bara meluncurkan program Universal Health Coverage (UHC), yang diklaim mencakup 98,35% penduduk dan memungkinkan masyarakat berobat gratis.
Namun, di lapangan, kenyataan berbicara lain, banyak pasien mengeluhkan bahwa fasilitas kesehatan masih minim, dokter jarang siaga, dan obat sering kosong.
Program ini seolah menjadi gimik belaka tanpa solusi nyata bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan medis berkualitas.
“BPJS gratis, tapi tetap harus beli obat di luar. Terus gunanya apa.” kata seorang pasien di Puskesmas Lima Puluh dengan nada kecewa.
Ramli Sinaga Pengamat sosial Batu Bara, menambahkan bahwa hingga saat ini banyak sarana kesehatan yang tidak memadai. Puskesmas Pembantu (Pustu) masih kekurangan tenaga medis dan fasilitas yang layak, kata Ramli dalam sebuah diskusi sore, Minggu (30/03/2025).
Sarana pendidikan pun tak kalah memprihatinkan sekolah-sekolah masih jauh dari kata nyaman bagi siswa dan guru, sementara akses jalan desa yang rusak parah semakin memperburuk kondisi infrastruktur dasar.
“Kalau sekadar datang inspeksi lalu foto-foto, itu semua orang bisa. Tapi kalau benar-benar membenahi kondisi Pustu, sekolah, dan jalan rusak, itu baru namanya kerja,” tambah Ramli.
Selain kesehatan, Bupati Baharuddin juga menggagas operasi pasar murah sebagai solusi inflasi dan membantu masyarakat memenuhi kebutuhan pokok selama Ramadhan.
Namun, lagi-lagi, realitasnya tak seindah yang diklaim, stok barang terbatas, antrean, dan harga yang ditawarkan tak jauh berbeda dari harga pasar membuat banyak warga kecewa.
“Kami berharap harga jauh lebih murah, tapi nyatanya hanya beda tipis. Seperti formalitas saja,” ujar seorang ibu rumah tangga yang rela antre berjam-jam di pasar murah.
Di sektor kebudayaan, Bupati dan Wakil Bupati terlihat aktif menggandeng seniman lokal. Mereka bahkan berpose memainkan alat musik Melayu di Istana Niat Lima Laras.
Tapi pertanyaannya, apakah kepedulian terhadap budaya hanya sebatas ajang foto dan hiburan belaka." Bagaimana dengan nasib para seniman lokal yang masih kesulitan mendapatkan dukungan dan fasilitas.
Bupati Baharuddin juga terlihat sering tampil akrab dengan Forkopimda dan para pejabat tingkat provinsi hingga pusat.
Namun, sejauh mana kedekatan itu benar-benar berdampak bagi rakyat Batu Bara, apakah hanya sekadar menjalin hubungan politik, atau ada kebijakan konkret yang lahir dari pertemuan-pertemuan tersebut.
Lebih dari itu, sektor pertanian dan perikanan tampaknya belum mendapatkan perhatian yang layak. Padahal, sebagian besar masyarakat Batu Bara menggantungkan hidup pada sektor ini.
Petani masih berkutat dengan harga pupuk yang melambung tinggi dan infrastruktur irigasi yang minim, sementara nelayan terus menghadapi persoalan klasik seperti sulitnya mendapatkan BBM subsidi dan alat tangkap yang memadai.
“Kami ini tulang punggung daerah, tapi perhatian pemerintah nyaris tak ada. Harga hasil panen anjlok, bantuan alat pertanian minim, irigasi rusak, kami dibiarkan bertahan sendiri,” ungkap seorang petani Nurman.
Nasib nelayan pun tak jauh berbeda. Meski Batu Bara memiliki garis pantai yang cukup luas, kesejahteraan nelayan masih jauh dari harapan. Banyak di antara mereka harus berlayar lebih jauh dengan risiko lebih besar karena stok ikan di perairan semakin menipis.
Minimnya program pendampingan dan bantuan untuk nelayan membuat kehidupan mereka semakin sulit. “Kami nelayan kecil makin terhimpit. Harga solar naik, cuaca tak menentu, tangkapan menurun.
Kalau pemerintah peduli, kenapa kami masih begini” keluh seorang nelayan di Desa Kuala Indah Masyarakat Batu Bara butuh lebih dari sekadar janji dan seremoni.
Mereka menuntut bukti nyata bahwa pemimpin mereka benar-benar bekerja untuk rakyat, bukan sekadar membangun citra.
Jika realitas di lapangan terus berbanding terbalik dengan janji-janji awal, kepercayaan publik bisa semakin luntur.
Karena bagi rakyat, kerja nyata jauh lebih berharga dari pada sekadar pidato dan pencitraan." tandasnya. (Boy)
.jpg)





