LDberita.id - Batubara, Aktivitas galian C berupa pengerukan tanah uruk di Dusun Pulau Putri, Desa Antara, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara, yang diduga dilakukan secara ilegal, menuai kritikan dari berbagai kalangan. Direktur Gerakan Masyarakat Peduli Alam (Gempal) Sumatera Utara, Rudi Harmoko, SH, meminta Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Sumatera Utara, Heri Wahyudi, untuk segera turun ke lapangan guna memastikan legalitas kegiatan serta dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Menurut Rudi, keberadaan aktivitas pertambangan tanpa izin yang kuat berpotensi melanggar ketentuan hukum dan membahayakan kelestarian lingkungan hidup serta keselamatan masyarakat.
“Aktivitas galian C di Desa Antara dilakukan tanpa transparansi. Tidak ada papan informasi kegiatan, tidak ada AMDAL atau UKL-UPL yang diumumkan, dan tidak ada keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan. Ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip good environmental governance,” tegas Rudi dalam keterangannya, Jumat (18/7/2025),
Rudi menyebut bahwa selain melanggar asas hukum administratif, kegiatan tersebut juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 36 ayat (1), yang menyatakan
“Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.” Selain itu, Pasal 98 UU 32/2009 juga menyebutkan bahwa.
“Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar.
Rudi menambahkan bahwa praktik galian ilegal di wilayah perdesaan seperti Desa Antara tidak hanya berdampak pada perubahan bentang alam, tetapi juga mengancam sumber air, mempercepat erosi tanah, dan memicu kerusakan struktur ekosistem mikro.
“Kegiatan seperti ini berpotensi menimbulkan bencana ekologis dalam jangka panjang. Air tanah bisa tercemar, lahan pertanian warga terdegradasi, dan habitat alami makhluk hidup terganggu. Apalagi ini dilakukan di wilayah yang berdekatan dengan permukiman,” ujarnya.
Menurut studi akademik dari LIPI dan WALHI, kegiatan pertambangan tanpa pengelolaan lingkungan yang baik dapat menyebabkan kerusakan sistem hidrologi, penurunan kualitas tanah, dan peningkatan risiko bencana hidrometeorologis seperti banjir dan longsor.
Rudi berharap Kepala Dinas LHK Provinsi Sumatera Utara Heri Wahyudi untuk turun kelapangan dan melakukan pengawasan lapangan (ground checking) dan verifikasi langsung terhadap lokasi tambang, karena sudah jelas melanggar UU Lingkungan dan hak-hak konstitusional warga atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sebagaimana dijamin dalam Pasal 28H UUD 1945,” tegasnya. (tim)
.jpg)





