Batubara

Dibalik Jambore Kader, Apakah Hanya Pengalihan Buruknya Layanan Kesehatan Masyarakat Batu Bara

post-img
Foto : Puskesmas Pembantu (Pustu) di Desa Bulan-Bulan, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, tak kunjung selesai di perbaiki dengan anggaran sebesar Rp260 juta

LDberita.id - Batubara, Harapan masyarakat Batu Bara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak tampaknya masih sekadar angan. Puskesmas dan Pustu yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga kesehatan warga Batu Bara, kini lebih mirip "bangunan tua yang menunggu runtuh" dari pada pusat layanan kesehatan yang memadai.

P2KB Batu Bara, yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam memastikan kesehatan masyarakat, malah tampak lebih sibuk berurusan dengan anggaran dari pada menyelesaikan masalah nyata di lapangan.

Bagaimana tidak, alokasi dana miliaran rupiah yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan justru berakhir dengan bangunan yang lebih menyerupai monumen ketidakmampuan dari pada fasilitas kesehatan yang layak.

Ambil contoh Puskesmas Pembantu (Pustu) di Desa Bulan-Bulan, Kecamatan Lima Puluh Pesisir.

Kondisinya memprihatinkan, dindingnya retak, atap bocor, dan fasilitas medis yang tersedia lebih cocok disebut barang antik dari pada alat kesehatan modern.

Ironisnya, tempat yang seharusnya menjadi penyelamat kesehatan masyarakat Batu Bara ini malah menjadi ancaman bagi siapa pun yang nekat masuk.

Bahkan lebih miris lagi, meski telah dialokasikan dana sebesar Rp 2 miliar pada tahun 2024 untuk Puskesmas Kedai Sianam, hasilnya nyaris tak terlihat.

Mungkin kita harus bertanya, apakah dana tersebut menguap di udara atau memang sengaja dialihkan untuk sesuatu yang lebih "menguntungkan"?

Ramli Sinaga, pengamat sosial Batu Bara yang kerap menyatakan kekecewaannya. ucap Ramli. Jumat (30/08/2024).

“Ini bukan lagi soal buruknya manajemen, ini adalah penghinaan terhadap hak dasar warga untuk mendapatkan layanan kesehatan.

Puskesmas dan Pustu yang seharusnya menjadi tempat pertolongan pertama malah lebih cocok disebut museum kerusakan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Ramli menyindir kepala Dinas Kesehatan P2KB Batu Bara dan Kepala Puskesmas Kedai Sianam yang seharusnya bertanggung jawab penuh.

“Jika mereka lebih sibuk menghitung anggaran dari pada memperbaiki layanan, maka mungkin mereka lebih cocok menjadi akuntan daripada pelayan kesehatan masyarakat,” tambahnya

Di sisi lain, renovasi yang baru dimulai pada Juli 2024 dengan anggaran tambahan dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 260 juta seolah-olah menjadi "bukti palsu" bahwa ada upaya perbaikan.

Kenyataannya, masyarakat tak hanya membutuhkan plester pada dinding yang retak, tetapi juga perbaikan total pada sistem yang sudah lama "rapuh".

Bukan hanya fasilitas fisik yang menjadi sorotan, tetapi juga tenaga medis yang entah kemana saat dibutuhkan.

Dokter yang tak kunjung datang, obat-obatan yang selalu habis, dan layanan yang sering kali tidak memadai semua ini menambah panjang daftar kegagalan dalam layanan kesehatan primer di Batu Bara.

Menariknya, di tengah situasi ini, Asisten I Kabupaten Batu Bara, Edwin, justru menekankan pentingnya integrasi layanan kesehatan primer dalam sebuah pernyataannya.

Dengan penuh optimisme, Edwin mengatakan bahwa melalui acara Jambore Kader yang baru-baru ini digelar, pemerintah berharap kualitas layanan kesehatan di Batu Bara semakin meningkat dan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang lebih mudah diakses dan berkualitas.

Namun, pernyataan ini malah terasa seperti ironi pahit bagi masyarakat Batu Bara yang sudah muak dengan janji-janji kosong.

Apakah integrasi yang dimaksud Edwin hanya sekadar seremonial belaka, atau ada langkah nyata yang benar-benar akan dilakukan? Hingga saat ini, apa yang terlihat di lapangan masih jauh dari kata memadai.

Masyarakat Batu Bara kini hanya bisa berharap bahwa Pj. Bupati Heri Wahyudi Marpaung, yang baru menjabat, tidak hanya menjadi penonton dalam drama kegagalan ini.

Sudah saatnya pemerintah berhenti menutup mata dan telinga, dan mulai melihat kenyataan pahit di lapangan.

Jika tidak, mungkin sebaiknya mereka mengganti nama "Puskesmas" menjadi "Puskeluh," karena di sanalah tempat warga mengadu tanpa ada solusi nyata.

Inilah potret suram pelayanan kesehatan di Batu Bara, di mana janji-janji perbaikan kesehatan hanya menjadi bualan, dan warga harus menerima kenyataan bahwa kesehatan mereka tak lebih penting dari sekadar angka-angka dalam laporan keuangan." tandasnya. (Boy)

Berita Terkait