Batubara

Satu Nyawa Melayang di Perlintasan, Ini Bukti Gagalnya Pemkab Batu Bara dan DPRD Lindungi Rakyatnya

post-img
Foto : Seorang pedagang berusia lanjut, M. Butar Butar (64), tewas seketika ditabrak kereta api di perlintasan tanpa palang pintu di kawasan Simpang Durian, Desa Pakam, Kecamatan Medang Deras, Sabtu (10/5/2025)

LDberita.id - Batubara, Tragedi kembali menghantui masyarakat Batu Bara. Seorang pedagang berusia lanjut, M. Butar Butar (64), tewas seketika ditabrak kereta api di perlintasan tanpa palang pintu di kawasan Simpang Durian, Desa Pakam, Kecamatan Medang Deras, Sabtu (10/5/2025), pukul 10.30 WIB.

Perlintasan maut ini, seperti banyak lainnya di Batu Bara, tak dilengkapi palang pintu, tak dijaga, dan ironisnya, telah lama dikeluhkan warga,"

Namun sampai hari ini, keluhan itu hanya menjadi angin lalu bagi Pemerintah Kabupaten Batu Bara dan DPRD-nya, sebuah tragedi yang seolah hanya dianggap statistik belaka oleh para pemangku kebijakan. Dan di sinilah titik nestapa kita.

Ketika nyawa rakyat melayang, tapi pemerintah daerah dan wakil rakyatnya sibuk dalam kebisuan, dan PT KAI berlindung di balik prosedur dan alasan klasik.

Tragedi ini bukan kecelakaan semata. Ini adalah bentuk kegagalan struktural. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah secara eksplisit menyebutkan bahwa urusan perhubungan (termasuk keselamatan lalu lintas) adalah kewenangan bersama antara pemerintah pusat dan daerah.

Pasal 11 UU tersebut menegaskan,"Pemerintah Daerah bertanggung jawab menjamin terselenggaranya pelayanan publik yang layak, termasuk sarana dan prasarana transportasi.

Tak hanya itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga dengan tegas mewajibkan pemerintah dan pemerintah daerah untuk menyediakan fasilitas keselamatan di perlintasan sebidang (Pasal 114 dan 91).

Maka, ketika perlintasan itu dibiarkan tanpa palang, tanpa penjaga, dan tanpa pengawasan, siapa yang harus bertanggung jawab selain Kepala Daerah dan anggota DPRD yang mestinya menjadi pelindung konstitusional rakyatnya." PT Kereta Api Indonesia (KAI), sebagai operator kereta api nasional, juga tidak bisa cuci tangan.

Mengutip Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Pasal 178 menyatakan, "Setiap penyelenggara perkeretaapian wajib menjamin keselamatan dan keamanan perjalanan kereta api serta masyarakat yang berada di sekitar jalur."

Maka pertanyaannya sederhana, jika PT KAI bisa menghitung waktu tempuh kereta hingga ke detik, kenapa tidak bisa mengalokasikan sebagian kecil anggaran ke pengamanan perlintasan padat penduduk.

Warga Simpang Durian sudah berkali-kali mengajukan permohonan resmi ke DPRD Batu Bara untuk memasang palang pintu, tapi selalu berujung hampa.

Jika para anggota dewan hanya aktif saat masa kampanye, dan diam ketika rakyat terancam, maka fungsi representasi rakyat telah berubah menjadi pengkhianatan mandat.

"Apakah harus terus menunggu korban berikutnya? Sudah berkali-kali kami usulkan. Tapi tanggapan mereka lebih lambat dari kereta yang lewat," sindir Nurdin, tokoh masyarakat setempat.

Satu nyawa telah hilang, Berapa lagi yang dibutuhkan untuk membuat para pejabat tersadar dari tidur panjang mereka,a jngan tunggu rakyat menutup rel sebagai bentuk protes. Jangan tunggu rakyat mengajukan gugatan hukum atas kelalaian negara melindungi mereka.

Bupati Batu Bara, Ketua DPRD, dan pimpinan PT KAI berdiri di garis depan untuk keselamatan warga, bukan hanya saat kamera menyala atau saat sidang paripurna berlangsung, keselamatan masyarakat bukan pilihan, tapi kewajiban." tandasnya. (Boy)

Berita Terkait