LDberita.id - Palembang, Skandal penyalahgunaan Dana Desa kembali mencoreng wajah pemerintahan di tingkat desa. Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) menetapkan dua pejabat Forum Kepala Desa Kecamatan Pagar Gunung, Kabupaten Lahat, sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi usai melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT), Kamis (24/07/2025).
OTT dilakukan langsung di Kantor Camat Pagar Gunung dan mengamankan 1 ASN, 1 Ketua Forum Kades, dan 20 Kepala Desa aktif. Modus yang digunakan para tersangka terbilang licik dan terselubung dalam kedok kegiatan “forum sosial”.
Korupsi Berjubah Iuran: Rp 3,5 Juta/Kades Diambil dari Dana Desa, Kedua tersangka yang kini telah ditahan di Rutan Kelas I Palembang adalah: N, Ketua Forum Kepala Desa Kecamatan Pagar Gunung, JS, Bendahara Forum Kades.
Modus operandi mereka adalah meminta seluruh kepala desa di Kecamatan Pagar Gunung menyetor uang senilai Rp7 juta per tahun, dengan dalih untuk membiayai kegiatan sosial dan silaturahmi forum dengan instansi pemerintah. Pada tahap awal, masing-masing Kades telah menyetor Rp3,5 juta, dan parahnya, dana tersebut diambil langsung dari Anggaran Dana Desa (ADD) yang notabene bagian dari keuangan negara yang penggunaannya diatur ketat oleh Undang-Undang.
Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-17/L.6/Fd.1/07/2025, serta alat bukti yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, Kejati Sumsel menetapkan kedua pejabat forum itu sebagai tersangka pada Jumat, 25 Juli 2025.
Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
Mereka langsung ditahan selama 20 hari ke depan (25 Juli–13 Agustus 2025) untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.
Kasus ini kembali membuka luka lama tentang lemahnya sistem pengawasan dan transparansi Dana Desa. Skema ‘iuran forum’ yang dilakukan secara kolektif menunjukkan adanya dugaan praktik setoran “wajib” yang bisa jadi telah berlangsung lama namun baru terungkap.
Fakta bahwa dana yang digunakan berasal dari ADD menandakan bahwa sistem pengendalian internal di desa tidak berjalan, sementara pihak kecamatan hingga inspektorat daerah patut dipertanyakan perannya dalam pengawasan.
Selain itu, keterlibatan 20 kepala desa yang diperiksa sebagai saksi menimbulkan indikasi kuat bahwa praktik ini sistemik dan terorganisir, bukan inisiatif individual. Ini bukan hanya pelanggaran etik, tapi pengkhianatan terhadap amanah anggaran negara untuk kesejahteraan rakyat desa.
Forum Kepala Desa semestinya menjadi wadah kolaboratif, bukan alat untuk memberatkan desa dengan pungutan tidak sah. Ketika forum justru menjadi institusi penyerap dana tanpa pertanggungjawaban, maka yang terjadi adalah korupsi struktural terselubung yang menjalar dari desa ke kecamatan." pungkasnya. (Js)
.jpg)





