Batubara

Jalaluddin Pemilik Sah Tanah dan Rumah Dihalang-Halangi, Dugaan Intervensi Oknum Polisi Polres Batu Bara

post-img
Foto : Rudi Harmoko, SH, saat mendampingi Jalaluddin selaku kliennya ketika melaporkan peristiwa ini ke Polsek Lima Puluh, Batu Bara.

LDberita.id - Batubara, Upaya Jalaluddin, warga Desa Titi Merah, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, untuk mengambil kembali haknya atas tanah dan rumah miliknya sendiri berujung penghalangan dan intimidasi, peristiwa memilukan ini terjadi pada Jumat, 24 Oktober 2025, dimana dua orang bernama Safriza Hanum dan Andi Topan menghalangi Jalaluddin saat hendak meninjau dan membersihkan kebun serta rumah yang telah sah terdaftar atas namanya.

Jalaluddin telah memiliki Sertipikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan secara resmi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Batu Bara, dengan Nomor Induk Bidang (NIB) 02.29.000002560.0, atas lahan seluas 15.070 meter persegi.

Dengan dasar hukum itu, kepemilikan Jalaluddin sudah sah menurut Pasal 20 ayat (1) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria (UUPA), yang menegaskan bahwa “Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.

Kuasa hukum Jalaluddin, Rudi Harmoko, SH, saat mendampingi kliennya melaporkan peristiwa ini ke Polsek Lima Puluh dengan Nomor Laporan Polisi: LP/B/143/X/2025/SPKT/Polsek Lima Puluh, pada Senin (27/10/2025),

Dalam laporannya, Rudi menyebut tindakan kedua pelaku bukan hanya pelanggaran etika sosial, tetapi juga melanggar hukum pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan tanah dan Pasal 167 KUHP tentang memasuki pekarangan orang lain tanpa izin.

“Perbuatan menghalangi dan menolak pemilik sah untuk menguasai tanahnya adalah pelanggaran serius terhadap hak kepemilikan dan keadilan sosial. Klien kami bukan perampas, tapi pemilik sah yang dilindungi oleh undang-undang,” tegas Rudi.

Lebih mengejutkan lagi, perna dilakukan mediasi diruangan Kanit Resum Ipda Ade Masri Sundoko dan Pengacara Jalaluddin dilakukan mediasi antara pihak Jalaluddin dan pihak Safriza Hanum, hadir pula Briptu Agung, yang ternyata adalah anak kandung Safriza Hanum dan sekaligus penyidik pembantu di Unit PPA Polres Batu Bara.

Dalam pertemuan tersebut, tercapai kesepakatan bahwa Safriza Hanum melalui anaknya, Briptu Agung, mengizinkan Jalaluddin menguasai tanah dan rumah setelah surat tanah hasil lelang berganti nama menjadi atas nama Jalaluddin.

Pihak Jalaluddin tidak akan menempati rumah sebelum proses pergantian nama tersebut selesai. Kesepakatan ini disaksikan langsung oleh Kanit Resum Ipda Ade Masri Sundoko dan kuasa hukum Jalaluddin yakni Rudi Harmoko, SH.

Namun, setelah tanggal 14 Oktober 2025 BPN Batu Bara resmi menerbitkan sertifikat atas nama Jalaluddin, pihak Safriza Hanum justru menolak mengosongkan rumah, bahkan berkata, “Rumah ini tidak bisa kalian miliki sebelum ada eksekusi pengadilan, karena anakku Agung bilang begitu.

Pernyataan itu bukan hanya menyalahi kesepakatan, tetapi juga mengindikasikan adanya pengaruh atau intervensi dari seorang anggota Polri aktif terhadap sengketa perdata keluarganya sendiri. Akibatnya, terjadi keributan dan saling lapor antar pihak.

Kuasa hukum Jalaluddin menduga kuat bahwa Briptu Agung adalah aktor intelektual di balik penghalangan dan keributan tersebut, ujarnya.

“Patut kami duga otak dari kericuhan ini adalah Briptu Agung, yang seharusnya netral dan menjunjung tinggi etika profesi Polri bukan malah memihak keluarganya dalam sengketa hukum,” ujar Rudi.

Tindakan seorang anggota Polri yang terlibat langsung dalam urusan pribadi keluarganya berpotensi melanggar Pasal 5 huruf a dan b juncto Pasal 8 ayat (2) Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri, yang mewajibkan setiap anggota Polri untuk menjaga kehormatan, kejujuran, dan keadilan serta tidak menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi.

Kasus ini menjadi ironi di tengah semangat reformasi Polri, rakyat kecil seperti Jalaluddin yang seharusnya dilindungi justru menjadi korban dari kekuasaan yang semestinya menegakkan hukum.

Padahal, Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa,“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Rudi Harmoko meminta Kapolda Sumatera Utara, Bid Propam, dan Ditreskrimum Polda Sumut segera turun tangan untuk melakukan menyelidiki dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Briptu Agung.

Menegakkan keadilan bagi rakyat kecil yang haknya dirampas, serta mengembalikan marwah dan netralitas Polri di mata publik.

“Kami tidak menuntut apa - apa selain keadilan, negara harus hadir untuk membela yang lemah, bukan membiarkan yang kuat menindas dengan seragam,” pungkas Rudi. (tim)

Berita Terkait