Batubara

Becak Warga NU Ditahan: Kapolri Diminta Evaluasi Kapolres Batu Bara Anak Buah Terlibat Konflik Kepentingan Keluarga

post-img
Foto : Becak bermotor milik Jalaluddin, warga Desa Titi Merah, Kecamatan Lima Puluh Pesisir tetap berada di Polres Batu Bara

LDberita.id - Batubara, Kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum di Kabupaten Batu Bara kembali diuji, sudah lebih dari tiga bulan lamanya, satu unit becak milik warga Nahdlatul Ulama (NU) Jalaluddin ditahan di Polres Batu Bara tanpa dasar hukum yang jelas, tanpa surat penyitaan resmi, dan tanpa status perkara yang terang.

Tindakan ini memantik gelombang keresahan warga NU dan aktivis muda NU, yang menilai Polres Batu Bara telah mencederai nilai keadilan dan melukai nurani rakyat kecil.

“Ini bukan lagi kelalaian, tapi bentuk nyata dari penyalahgunaan kewenangan dan pembiaran terhadap ketidakadilan, kami mendesak Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk menegur dan mengevaluasi Kapolres Batu Bara, AKBP Doly Nelson H.H. Nainggolan, karena gagal mengawasi anak buahnya,” tegas Fahri. Sabtu (01/11/2025),

Fahri menegaskan, Kapolres Batu Bara tidak boleh hanya diam dan bersembunyi di balik jabatan, sementara rakyat kecil menjerit karena kehilangan sumber penghidupan. “Tiga bulan becak itu ditahan tanpa surat resmi, sementara Jalaluddin tidak bisa bekerja, ini bukan hanya kehilangan alat transportasi, tapi kehilangan harga diri dan keadilan,” ujarnya.

Jalaluddin adalah pemilik sah atas tanah yang sebelumnya menjadi sumber sengketa dengan pihak lain. Berdasarkan data resmi, ia memegang Sertipikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Batu Bara dengan Nomor Induk Bidang (NIB) 02.29.000002560.0 atas lahan seluas 15.070 meter persegi.

Sertipikat itu merupakan bukti hukum yang kuat sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA),“ Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.

Dengan demikian, tindakan aparat kepolisian yang menahan becak milik Jalaluddin tanpa dasar hukum justru bertentangan dengan prinsip hukum dan asas keadilan. “Jika rakyat kecil dengan sertipikat resmi saja tidak dihormati haknya, maka hukum di Batu Bara sedang sakit,” ucapnya

Lebih mengejutkan lagi, menurut Fahri, dalam proses penanganan perkara tersebut pernah dilakukan mediasi di ruang Kanit Resum Polres Batu Bara, Ipda Ade Masri Sundoko, antara pihak Jalaluddin dan pihak Safriza Hanum.

Namun, yang mengejutkan, mediasi itu juga dihadiri oleh Briptu Agung, anak kandung Safriza Hanum, yang ternyata merupakan penyidik pembantu di Unit PPA Polres Batu Bara.

“Ini pelanggaran etik yang sangat serius, tidak bisa diterima secara moral maupun hukum bahwa anak dari pihak lawan duduk sebagai penyidik di institusi yang sama. Ini bukan sekadar konflik kepentingan, tapi pelecehan terhadap prinsip keadilan.

Ia menilai, kejadian ini merupakan cermin lemahnya pengawasan Kapolres terhadap bawahannya, serta potensi pelanggaran Kode Etik Profesi Polri (Perkap No.14 Tahun 2011), yang secara tegas melarang anggota Polri melakukan tindakan yang mengandung keberpihakan dan konflik kepentingan.

Aktivis NU menilai, Kapolres Batu Bara AKBP Doly Nelson H.H. Nainggolan tidak bisa hanya diam di tengah carut - marut persoalan ini sebagai pimpinan tertinggi di jajaran Polres, ia wajib menunjukkan tanggung jawab moral dan kelembagaan.

“Kapolres harus turun langsung, mengembalikan becak milik warga NU Jalaluddin, dan menindak tegas anak buahnya yang diduga menyalahgunakan jabatan. Kalau Kapolres tidak berani bersikap, berarti beliau tidak layak memimpin institusi yang menjunjung tinggi Tri Brata dan Catur Prasetya,” ujar Fahri.

Ia menambahkan, sikap pembiaran terhadap kasus seperti ini bukan hanya mencoreng citra Polres Batu Bara, tetapi juga merusak nama baik Polri di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang tengah berupaya mengembalikan kepercayaan publik melalui reformasi internal.

Fahri menegaskan, kasus ini bukan sekadar tentang satu unit becak, tetapi tentang harga diri hukum dan kepercayaan masyarakat terhadap Polri.

“Kapolri harus turun tangan langsung jangan biarkan segelintir oknum mencoreng lembaga sebesar Polri, jika hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, maka keadilan akan mati pelan-pelan di Batu Bara,” ujarnya.

Ia juga menyerukan agar Propam Mabes Polri dan Polda Sumut segera memeriksa seluruh proses hukum di Polres Batu Bara, termasuk keterlibatan oknum Briptu Agung, serta memulihkan hak Jalaluddin dengan segera mengembalikan becaknya.

“Rakyat kecil tidak butuh belas kasihan, mereka hanya butuh keadilan dan hari ini, kami warga NU ingin melihat, apakah Polri masih berpihak pada kebenaran, atau justru membiarkan kezaliman berjalan di bawah seragamnya sendiri,”pungkasnya. (tim)

Berita Terkait