LDberita.id - Hal menonjol dari Bung Karno adalah kerja kerasnya memupuk perikebangsaan yang dimulai dengan menjebol rasa rendah diri bangsa yang pernah diinjak kolonialisme selama ratusan tahun dan membangun rasa percaya diri rakyat untuk merdeka. Ia juga menyerukan perlunya memperbarui mentalitas bangsa dengan karakter dan jiwa sebagai manusia baru Indonesia yang anti kolonial dan anti imperialisme. Roh dan semangat merdeka yang bersemayam dalam pemikiran Bapak Bangsa ini bisa menjadi inspirasi dan suluh guna menerangi jalan menuju kehidupan bangsa yang berkeadilan, berkemanusiaan dan berkemakmuran.
Upaya memahami keaslian pemikiran Bung Karno terhadap nasionalisme tentu tidak bisa dilepaskan dari realitas sosial-budaya dan pengalaman sejarah yang melekat pada rakyatnya. Selain mempelajari berbagai ideologi, Bung Karno mendalami kearifan budaya nenek moyang bangsanya. Beliau juga mampu menghayati dan menyelami penderitaan rakyatnya sejak masa feodalisme, kolonialisme dan imperialisme. Adapun terkait bangsa, Bung karno melandaskan pemikiran tentang bangsa berdasarkan definisi Ernest Renan (1823-1892), mahaguru dari Universitas Sorbonne Paris.Pada tahun 1882, Renan telah membuka pendapatnya tentang paham “bangsa” itu.
Bung Karno mengutip Renan, syarat adanya bangsa adalah “le desir d’entre ensemble” (kehendak akan bersatu). Bangsa adalah satu jiwa, une nation est un grand solidarite, satu bangsa adalah satu rasa kesetiakawanan yang besar.
Bangsa itu, bagi Bung Karno adalah suatu nyawa, suatu asas-akal yang terjadi dari dua hal. Pertama, rakyat harus bersama-sama menjalani suatu riwayat, yang kedua rakyat itu seharusnya memiliki kemauan, keinginan hidup menjadi satu. Menurut Putera Sang Fajar itu, bukannya jenis bahasa, agama, bukan pula persamaan butuh, bukannya pula batas-batas negeri yang menjadikan kumpulan orang disebut sebuah bangsa.
Pemikiran Bung Karno tentang bangsa juga didasarkan definisi Otto Bauer (1881-1938), yang mengatakan, bangsa merupakan suatu persatuan perangai yang terjadi dari suatu persatuan hal-ichwal yang telah dijalani oleh rakyat itu.
Nasionalisme itu, menurut Bauer ialah suatu itikad, suatu keinsyafan rakyat, bahwa rakyat itu adalah satu golongan, satu bangsa”. Bung Karno juga mensitir rumusan Bauer tersebut dan berkeyakinan bangsa adalah satu persamaan, satu persatuan karakter, watak, yang tumbuh, lahir karena persatuan pengalaman.
Kedua tokoh tersebut cukup menginspirasi murid HOS.Cokroaminoto ini dalam memahami sebuah bangsa. Bung Karno mengerti betul , persamaan pengalaman, kesamaan nasib malang yang dialami bangsanya karena kolonialisme dan imperialisme.
Dari definisi Renan dan Bauer tentang bangsa, Bung Karno berkesimpulan bahwa nasionalisme akan membentuk sebuah kekuatan perlawanan yang besar. “Maka tetaplah, rasa nasionalistis itu menimbulkan suatu rasa percaya akan diri sendiri, rasa yang mana adalah perlu sekali, untuk mempertahankan diri didalam perjuangan menempuh keadaan-keadaan yang mau mengalahkan kita,” ujar Sukarno dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi jilid pertama.
Menurut Bung Karno rasa percaya akan diri sendiri sangat penting karena akan memberikan keteguhan hati kepada segenap rakyat dan memberikan ketetapan hati kepada kaum revolusioner-nasionalis dalam perjuangan mencari Hindia Besar dan Indonesia merdeka adanya.
Selanjutnya, Bung Karno mencatat arti penting dan utama peran nasionalisme dalam kehidupan bangsa besar di seluruh belahan dunia. Bung Karno pada pidato lahirnya pancasila 1 Juni 1945, mengemukakan nasionalisme yang dianutnya diilhami ajaran San Min Chu I yakni tiga asas kerakyatan, yakni kebangsaan, demokrasi dan kesejahteraan. “Atas jasa Sun Yat Sen ini, saya berterimakasih padanya sampai ke lubang kubur,” ujar Bung Karno yang disambut tepuk tangan para anggota Badan Persiapan Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) kala itu.
Presiden pertama Indonesia itu juga mengingatkan, atas dasar nasionalisme, dunia mendapat bencana kemanusiaan layaknya yang dilakukan gerakan national-socialism di Jerman. Bung Karno menilai nasionalisme tersebut adalah kebangsaan yang bersifat agresif. Rasa kebangsaan yang hanya mengejar keuntungan dan kepentingan diri sendiri.
Oleh karenanya, Bung Karno juga sejalan dengan mahatma Gandhi dalam hal nasionalisme yang berperikemanusiaan. Baginya, nasionalisme akan hidup subur dalam taman sarinya internasionalisme. Nasionalisme akan larut dalam rasa perikemanusiaan, mencintai martabat manusia seutuhnya.
Tak hanya itu, bila Renan dan Bauer hanya sekadar berbicara tentang orang yang menjadi subjek sebuah bangsa, maka Bung Karno memasukkan unsur geopolitik didalam konsep nasionalismenya. Bung Karno berpendapat orang dan tempat tak dapat dipisahkan. Rakyat tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada dibawah kakinya. Berdasarkan adanya hubungan kuat antara manusia dan bumi , Bung Karno menyatukan bangsa Indonesia yang majemuk, tersebar sepanjang kepulauan terbesar didunia.
Nasionalisme otentik Bung Karno ini ternyata berhasil menghimpun, menyatukan seluruh elemen bangsa dari berbagai latar belakang, suku, agama, ras dan golongan. Menyatukan sama sekali kaum ningrat dan rakyat jelata, kaum feodal dan cendekiawan, atas dasar keinginan yang satu, yakni merdeka.
Artikel ini ditulis untuk mengikuti lomba penulisan bertema Bung Karno yang diadakan oleh Dewan Pimpinan Daerah PDIP Sumut dalam rangka memperingati Bulan Bung Karno.
.jpg)





