Sumut

Modal Sosial Kepahlawanan Bung Karno, Sang Manusia Pertama, Dalam Membentuk Identitas Bangsa

post-img
Foto : Oleh : Ibnu Hariansya (Mahasiswa S-1 Ilmu Hukum – Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara)

LDberita.id. - Kontribusi Bung Karno terhadap Indonesia telah bermula jauh sebelum ia menjabat sebagai Presiden RI pertama. Kiprahnya mulai dikenal sejak ia menjadi anggota Jong Java cabang Surabaya pada tahun 1915. Selanjutnya, sekira tahun 1926, Bung Karno mendirikan Algemeene Studie Club (ASC) di Bandung, yang terinspirasi oleh Indonesische Studie Club bentukan dr. Soetomo. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan tahun 1927. Perjuangan Bung Karno berlanjut mewujudkan Indonesia merdeka dan sempat mengisi kemerdekaan dengan pembangunan.
Bung Karno adalah manusia Indonesia pertama yang meraih gelar akademik Insinyur (Ir.) dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (1926). Ia yang pertama kali mengusulkan lima hal untuk menjadi dasar negara Indonesia merdeka. Ia merupakan manusia pertama yang memimpin Republik Indonesia setelah merdeka dan berdaulat. Ia adalah manusia pertama yang mengadakan sejumlah kegiatan berskala internasional di ibukota negara sebagai sarana memperkenalkan Indonesia kepada dunia. Ia juga manusia Indonesia pertama yang, setelah tak lagi menjabat pucuk pimpinan tertinggi Indonesia, lantas diasingkan oleh sesama anak bangsa, hingga akhirnya wafat dalam pengasingan. Selain itu, tentu masih banyak fakta lain yang menunjukkan betapa Bung Karno layak digelari ‘manusia Indonesia pertama’.Namun, mungkin tak banyak yang menyadari betapa beliau juga berperan membentuk identitas bangsadenganmendayagunakan modal sosial (social capital).
Sebagai sebuah konsep, modal sosial (social capital) memiliki begitu banyak definisi.Salah satu definisi yang dianggap cukup mewakili dikemukakan oleh Fukuyama (dalamNasution, 2010) bahwa modal sosial merupakan serangkaian nilai atau norma informal yangdimiliki oleh para anggota suatu kelompok masyarakat sehingga memungkinkan terjalinnyakerja sama di antara mereka. Modal sosial diyakini sebagai salah satu komponen utama dalammenggerakkan kebersamaan, mobilitas ide, saling percaya, dan saling menguntungkan untukmencapai kemajuan bersama. Dalam hal ini, kemajuan bersama yang tampaknya diidamkan Bung Karno, ialah terbentuknya karakter atau identitas bangsa yang unggul,tangguh, dan berakhlak mulia. Bung Karno menekankan betapa, “Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, dan menggelorakan samudra agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2 ½ sen sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita.”
Modal sosial senantiasa diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan dalam suatuhubungan atau antar hubungan itu sendiri. Harus diingat bahwa dalam tukar kebaikan ini yangpenting adalah memberikan apa yang dibutuhkan orang lain. Bukannya memberikan apa yangmenurut kita diperlukan oleh orang lain. Ada perbedaan besar di sana dan sangat mungkinmenentukan apakah kebaikan tersebut akan dibalas atau dianggap angin lalu yang segar sejenaklantas lenyap dan dilupakan.
Terkait saling tukar kebaikan, sepanjang hidupnya, Bung Karno telahterlebih dahulu melakukan sejumlah kebaikan yang dibutuhkan anggota masyarakat. Sejak masa pergerakan nasional hingga perjuangan mengisi kemerdekaan, Bung Karno selalu memulai segala sesuatu dengan niat baik, yakni untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Beliau juga tidak pernah melakukan korupsi dalam bentuk apa pun karena menganggapnya akan menghancurkan bangsa.Dalam melaksanakan pembangunan, Bung Karno pada tahun 1947 memberi jalan bagi lahirnya Panitia Pemikir Siasat Ekonomi yang bertugas merumuskan perencanaan pembangunan bersifat terpusat, karena daerah-daerah dianggap belum mampu membangun sendiri. Perencanaan pembangunan, walau tetap berjiwa Pancasila, namun juga belajar pada negara-negara lain yang telah berhasil meraih kemapanan ekonomi.Kebaikan-kebaikan Bung Karno ini diyakini akan menggugah segenap anak negeri untukberbuat baik juga terhadap sesama manusia. Dengan demikian, maka berkembanglah semangattolong-menolong dan gotong royong sebagai identitas bangsa Indonesia. Mengutip ucapan Bung Karno, “Lakukan kebaikan untuk orang lain, bahkan ketika mereka tidak melakukan kebaikan bagi kamu; orang lain tentu akan berbuat baik kepada kamu. Jika masih ada rasa malu dan takut di hati seseorang untuk berbuat baik, pasti tidak akan ada kemajuan sama sekali.”
Sebagai identitas luhur, semangat tolong-menolong dan gotong royong jika terusdihayati serta diwujudnyatakan sejatinya dapat membantu menyelesaikan berbagaipermasalahan bangsa di masa kini. Masalah kemiskinan, keterbelakangan, gizi buruk, tawuranpelajar, hingga kenakalan remaja, misalnya, hanya bisa ditanggulangi dengan pertolongan,partisipasi, serta kerja sama antara seluruh komponen dalam masyarakat. Bung Karno mengingatkan bahwa, “Orang tidak bisa mengabdi kepada Tuhan dengan tidak mengabdi kepada sesama manusia. Tuhan bersemayam di gubuknya si miskin.”
Elemen lain dari modal sosial yang diyakini berpotensi mendukung terbentuknyakarakter atau identitas bangsa yang unggul, tangguh, dan berakhlak mulia adalah kepercayaan(trust). Bung Karno awalnya mempercayai betapa manusia itu adalah kreasi AllahSWT dengan rancangan yang indah serta struktur tiada bandingannya. Allah SWT telahbersumpah atas nama ciptaanNya bahwa Ia telah menciptakan manusia dalam bangunan yangsebaik-baiknya. Allah SWT tidak mempunyai makhluk yang lebih baik daripada manusia. Haltersebut karena la menciptakan manusia dengan potensi yang dinamis, mengetahui,berkemampuan, berkehendak, berbicara, mendengar, melihat, berpikir, dan bijaksana.
Masih menurut Bung Karno,jika kita mempunyai keinginan yang kuat dari dalam hati, maka seluruh alam semesta akan bahu-membahu mewujudkannya. Oleh karena itu, Bung Karno mengingatkan untuk, “Gantungkan cita-citamu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang.” Untaian kata dimaksud menunjukkan betapa besar kepercayaan (trust) yang dimiliki Bung Karno terhadap potensi dan kedayaan sesama anak bangsa.
Selanjutnya, masyarakat pun harus mampu mengembangkan sikap saling percaya antarsesama manusia. Tak ada gunanya menyimpan kecurigaan akibat perbedaan suku, ras, agama,ataupun golongan. Tiada manfaatnya memendam rasa tak percaya terhadap anak negeri yangberniat baik membangun negeri dengan cara berbeda. Hanya dengan kepercayaan (trust) akan dapat tercipta kerja sama yang harmonis dan saling menguntungkan. Merujuk pendapat Bung Karno, “Kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, semua buat semua!”
Bertolak dari saling percaya, lambat laun dapat ditegakkan nilai-nilai hubungan sosial yangluhur seperti toleransi dan pluralisme, sebagaimana dipersyaratkan dalam tatanan masyarakatberadab yang dicita-citakan bersama. Ini disebabkan nilai-nilai tersebut merupakan wujud darikeadaban, dalam artian bahwa masing-masing pribadi atau kelompok dalam suatu lingkunganinteraksi sosial yang lebih luas, memiliki kesediaan memandang yang lain dengan penghargaan,tanpa saling memaksakan kehendak, pendapat maupun pandangan sendiri.
Nilai (value) merupakan elemen modal sosial lain yang dimanfaatkan oleh Bung Karno. Nilai adalah sesuatu ide yang telah turun temurun dianggap benar danpenting oleh anggota kelompok masyarakat (Soekanto, 2013). Nilai apa sajakah yang layakdidayagunakan? Nilai keteladanan adalah salah satunya. Sejak muda, keteladanan berulang kaliditunjukkan oleh Bung Karno terkait pendayagunaan modal sosial untukmembentuk karakter atau identitas bangsa yang unggul, tangguh, dan berakhlak mulia.
Secara konkret, Bung Karno menjalin persahabatan dengan Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu (Birma), dan Jawaharlal Nehru (India). Beliau juga mengunjungi Presiden Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), serta Mao Tse Tung (RRC). Selain menimba pengalaman terkait upaya membangun negeri, Bung Karno juga memanfaatkan kedekatannya dengan para pemimpin dunia untuk membangun jejaring guna menyebarluaskan gagasan tentang perdamaian dan tatanan dunia yang lebih baik.Ini merupakan keteladanan untukbersikap inklusif serta mampu menerima dan bekerja sama dengan sesama manusia darilatar belakang apa pun.
Walau bergaul dengan para pemimpin dunia, Bung Karno tak pernah merasa tinggi hati ataupun menjaga jarak dari rakyat jelata seperti lazimnya dilakukan penguasa di banyak negara. Bung Karno adalah pemimpin pertama di Indonesia yang benar-benar merakyat dan bahkan mau belajar dari petani muda bernama Marhaen. Di sini tampak nyata keteladanan yang terpancar, yakni senantiasa merendahkan hati serta menghindari sikap sombong.
Bung Karno juga manusia pertama Indonesia yang sangat mementingkan kemandirian bangsa. Rakyat, dengan kekuatannya sendiri (self help), seharusnya mampu menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi yang mandiri. Bantuan dari negara lain dapat diterima asalkan tidak menimbulkan ketergantungan dan tak disertai berbagai persyaratan yang mengorbankan kedaulatan.Dengan mendorong rakyat agar mampu menolong diri dengan kekuatannya sendiri (self help), sejatinya Bung Karno merupakan manusia pertama Indonesia yang menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat.
Bung Karno tak luput menyadari potensi lingkungan dalam mendukung pembangunan. Tak hanya mengkampanyekan kecintaan terhadap alam di Indonesia, Bung Karno juga adalah manusia pertama yangmenggagas penghijauan di Padang Arafah, Arab Saudi. Beliau bahkan memilih sendiri jenis tanaman yang dianggap cocok dan mengirimkan tim guna membantu penanamannya.Jelas terlihat betapa tindakan Bung Karno merefleksikan keteladanan untuk mencintai alam sebagai wujud kecintaan pada kehidupan.
Pada akhirnya, norma sosial, yang juga merupakan unsur pokok modal sosial, tak bolehdiabaikan. Norma-norma sosial akan sangat berperan dalam mengendalikan berbagai bentukperilaku menyimpang dalam pendayagunaan modal sosial. Oleh karenanya, Pancasila hendaknyaditerima sebagai norma pengatur yang terbaik bagi Indonesia.
Melalui upaya meneladani modal sosial kepahlawanan yang terkandung dalam jejak kehidupan dan perjuangan Bung Karno, diyakinidiyakini karakter atau identitas bangsa yang unggul, tangguh, dan berakhlak mulia akan terbentuk, berkembang, dan bertahan. Semua demi Indonesia yang lebih baik serta berkemajuan di masadepan. Kala itu, pembangunan di Indonesia akan mampu mewujudkan kemandirian, kemakmuran, serta kesejahteraan seutuhnya. Ketika itulah, akan hadir individu-individu yang mampu menjadi pelaku produktif, kreatif, dan efektif dalam proses pembangunan. Saat itu juga, masyarakat akan menyadari betapa berharganya peninggalan sang manusia pertama, Bung Karno. Bukan hanya berwujud material, namun jejak modal sosial yang ditinggalkannya demi memandu kehidupan bangsa hari ini, esok, dan seterusnya.
 
Artikel ini ditulis untuk Mengikuti Lomba Penulisan Artikel bertema Bung Karno yang diadakan oleh DPD PDI Perjuangan Sumut dalam rangka Memperingati Bulan Bung Karno.

Berita Terkait