LDberita.id - Batubara, Penegakan hukum di Sumatera Utara kembali dipertanyakan setelah muncul kabar mengejutkan mengenai mantan Bupati Batu Bara, Ir. H. Zahir, M.AP., yang berstatus DPO (Daftar Pencarian Orang), bebas berkeliaran dan bahkan mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) di Polres Batu Bara pada Selasa, 20 Agustus 2024.
Zahir, yang dinyatakan buron oleh Polda Sumut terkait kasus dugaan korupsi dalam penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) formasi 2023, justru tampak nyaman berada di kantor polisi untuk melengkapi berkas pencalonannya sebagai Bupati Batu Bara, ujar Rudi Harmoko. SH. Rabu (21/8/2024).
Kehadiran Zahir di Polres Batu Bara ini diakui oleh Kasat Intelkam Polres Batu Bara, AKP Rubenta Tarigan, dan sudah beredar dibeberapa media online, yang menyatakan bahwa mantan Bupati tersebut telah mengurus SKCK dan pihaknya hanya mencatatkan kehadirannya.
Pernyataan ini semakin menambah ironi, mengingat status DPO yang disandang Zahir telah ditetapkan sejak 29 Juli 2024 oleh Ditreskrimsus Polda Sumut.
Meskipun telah dua kali mangkir dari panggilan penyidik, Zahir kini seolah mendapatkan "perlakuan istimewa" yang bertentangan dengan hukum yang seharusnya mengikat semua pihak tanpa pandang bulu.
Kasus ini menimbulkan gelombang kritikan terhadap penegakan hukum di Sumatera Utara, terutama menyangkut profesionalisme dan integritas aparat penegak hukum.
Bagaimana bisa seorang DPO, yang seharusnya segera ditangkap dan diproses hukum, malah mendapatkan akses untuk mengurus dokumen resmi di kantor kepolisian? Hal ini jelas mencederai rasa keadilan publik dan menimbulkan kecurigaan adanya praktik yang tidak transparan di balik layar.
Lebih dari sekadar insiden, kejadian ini mencerminkan wajah suram penegakan hukum di daerah yang seharusnya menjaga kredibilitas dan kepercayaan masyarakat.
Ini bukan hanya soal Zahir atau kasus korupsi PPPK yang sedang diselidiki, tetapi juga menyangkut wibawa hukum yang kini dipertaruhkan. Apakah hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas? tegas Rudi
Kepolisian, dalam hal ini Polda Sumut dan Polres Batu Bara, harus menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan tindakan nyata, bukan hanya retorika.
Penegakan hukum yang tebang pilih, dimana hukum dijalankan sesuai kepentingan pribadi atau kelompok, bukan hanya melukai rasa keadilan, tetapi juga mengancam fondasi demokrasi dan kepercayaan publik terhadap institusi hukum itu sendiri.
Jika ini dibiarkan, bukan tidak mungkin kasus serupa akan terus berulang, dan hukum akan semakin kehilangan maknanya di mata rakyat.
Sudah saatnya ada tindakan tegas dan transparan yang diambil untuk menunjukkan bahwa hukum masih memiliki taji, bukan hanya sekadar pajangan yang bisa dibeli atau dinegosiasikan." tutup Rudi Selaku sekretaris DPD Ferari Batu Bara. (Boy)