Sumut

Soekarno, Akar Sejarah Indonesia dan Perdamaian Dunia

post-img
Foto : Oleh: Yohansen Wyckliffe Gultom (Penulis adalah Mahasiswa Departemen Ilmu Politik FISIP USU,  Tinggal di Samosir)

Medan - (LDberita) Tanggal 17 Agustus 2020, usia bangsa Indonesia akan genap 75 tahun. Dalam legitimasi politik monarki, perhitungan di usia 75 tahun disebut dengan istilah; Jubilee platinum. Itu artinya, telah sekian lama Indonesia menuliskan sejarah perjuangannya, dengan berdiri tangguh, kokoh, bak memiliki akar besi, yang menopang segenap keberagaman yang mekar di bumi Indonesia. Bagaimana tidak, pasalnya keberagaman di Indonesia amat sangat melimpah. Kita memiliki; 300 suku bangsa, 1.340 sub suku bangsa, 652 bahasa daerah, 17.504 pulau, 6 agama dan 34 provinsi. Seluruhnya dibingkai, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (bps.go.id).
Maestro ulung di balik persatuan Indonesia itu, tidak lain adalah; Ir. Soekarno. Atau dikenal sejak kecil dengan panggilan, Koesno Sosrodihardjo, yang lahir pada tanggal 6 Juni 1901, di Surabaya, Jawa Timur. Gagasan-gasan original yang dimiliki Presiden pertama RI itu, telah menjadi acuan dalam berbagai hal. Khususnya, dalam upaya pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Keadaan di milenium ke-21, yang sering disebut sebagai uncertainty era, membuat praktisi-praktisi pembangunan perlu berfikir ulang, jika tidak melibatkan pemikiran Soekarno. Tidak hanya di bidang politik, namun juga melingkupi hampir di segala aspek. Khususnya, di bidang sosial, budaya, ekonomi, bahkan hingga arsitektur dan tata letak bangunan.
Kunci dari kemampuan Soekarno itu, terletak dari kegemaran sang Proklamator, menggali jejak historis bangsa Indonesia. Khususnya, kala Nusantara masih berstatus monarki kedaerahan. Hal itu tak perlu diragukan. Terbukti, ketika Soekarno mengusulkan istilah “Pancasila” dan “Bhineka Tunggal Ika” sebagai dasar dan semboyan negara. Istilah itu, dikutipnya dari Kakawin Sutasoma. Kitab berbahasa Jawa Kuno, karangan Mpu Tantulan, di abad ke-14.   
Sejak muda, Soekarno memang dikenal sebagai pribadi yang gemar baca-tulis. Dia aktif menulis, di harian Oetoesan Hindia, yang dipimpin oleh sahabat Ayahnya, H.O.S Tjokroaminoto (Hero Triarmono, 2010). Tidak hanya kaya dalam semangat literasi, Soekarno muda, aktif pula dalam kegiatan organisasi kepemudaan di Jong Java (1918)--sebelumnya bernama, Tri Koro Dharmo--organisasi, yang beraliansi langsung dengan Budi Utomo. Disitulah, sense of politics Soekarno mulai terasa. Apalagi, jika harus mengamati realita pilu, yang diderita bangsanya sendiri. Kala kolonialisme dan imperialisme membabi buta rakyat miskin, dengan tak kenal ampun. Ruh Nasionalisme Soekarno semakin membara.
Uniknya, meski berkecimpung di dalam aktivitas-aktivitas sosial-politik sejak muda, Soekarno justru memilih untuk melanjutkan pendidikan di Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang bernama ITB). Lulus tahun 1926. Penyebabnya, kemungkinan besar karena latar belakang keluarga Soekarno. Memang, Ayah Soekarno, Soekemi Sosrodihardjo hanyalah priayi kecil. Seorang guru biasa, di sekolah rakyat di Jawa Timur. Derajat priayi pada masanya, terbilang sulit untuk berkecimpung di dunia politik. Karena itulah, Soekarno akhirnya memilih untuk mengambil jurusan teknik sipil.
Meskipun begitu, pucuk dicinta, ulam pun tiba. Tak disangka, pasca menempuh pendidikan di Technische Hoogeschool te Bandoeng, Soekarno justru semakin memiliki daya kritis, analisis dan sense of belonging yang tinggi terhadap wong cilik. Terlihat ketika dia mendirikan Algemeene Studie Club (ASC) di Bandung--cikal bakal berdirinya PNI--untuk memperlengkapi cendekiawan-cendekiawan muda, dalam melakukan pergerakan menentang kolonialisme dan imperialisme Belanda. Akibatnya, berulang kali, Soekarno muda harus masuk-keluar penjara; Tahun 1929 ke Penjara Banceuy Bandung, tahun 1930 ke Sukamiskin, Jawa Barat. Tahun 1933, dia diasingkan ke Flores. Dan tahun 1938-1942, kembali diasingkan ke Bengkulu (Peter Kasenda, 2013).
Mengetahui besarnya kontribusi Soekarno, di dalam pergerakan perjuangan pemuda-pemuda tanah air. Khususnya dalam menentang kolonialisme dan imperialisme. Pasca bergantinya rezim kolonial ke tangan Jepang (8 Maret 1942), kehadiran negeri samurai itu dimulai dengan penyampaian propaganda kepada rakyat Indonesia, dengan strategi 3 A; Jepang Pelindung Asia, Jepang Pemimpin Asia dan Jepang Cahaya Asia. Tujuannya, tentu saja agar rakyat Indonesia percaya dengan kehadiran Jepang, yang akan membawa harapan bagi NKRI.
Jepang kemudian kembali berusaha menarik simpati rakyat, dengan mendekatkan diri kepada Ir. Soekarno dan sejumlah figur lainnya, seperti; Ki Hajar Dewantara, K. H. Mas Mansyur dan Drs. Moh. Hatta, untuk memperkuat legitimasi Jepang memerintah atas Indonesia. Jepang membuka peluang bagi Soekarno dan tokoh-tokoh lainnya, dalam mempersiapkan hal ihwal mengenai langkah-langkah menuju Indonesia merdeka. Selain itu, Jepang juga mengizinkan berlangsungnya BPUPKI, PPKI dan pembentukan Panitia kecil dari bulan Mei hingga Juni 1945, untuk merumuskan dasar-dasar persiapan kemerdekaan negara Indonesia.
Jepang bermaksud memberikan kemerdekaan bagi Indonesia. Marsekal Terauchi, sebagai Komando Angkatan Darat Jepang di Asia Tenggara, mengundang Soekarno dan sejumlah tokoh Nasionalis lainnya pada 9 Agustus 1945 ke Dalat, Vietnam. Dengan maksud, menyampaikan niat Jepang untuk memberikan kemerdekaan bagi Indonesia. Beruntung, pasca pulang dari Vietnam. Tokoh-tokoh muda seperti Chairul Saleh, Wikana, Soekarni, Singgih dan pemuda-pemuda lainnya mendesak Soekarno, untuk mengambil momentum memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dengan alasan, Jepang telah kalah dari sekutu, pasca di bomnya kota Nagasaki dan Hirosima (6 dan 9 Agustus 1945).
Akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno dan Drs. Moh. Hatta, dengan lantang menyampaikan pidato proklamasi kemerdekaan Indonesia. Satu hari kemudian, 18 Agustus 1945, Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta diangkat, menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden oleh PPKI.
Soekarno Menatap Dunia
Di masa kepemimpinannya, Soekarno merupakan sosok yang penuh dedikasi dan atensi penuh terhadap Indonesia. Selain itu, rasa empati Soekarno juga diletakkannya kepada seluruh negara-negara berkembang di dunia. Khususnya kawasan Asia-Afrika, yang belum memperoleh kemerdekaan, layaknya Indonesia. Buah manis hasil karya Soekarno bagi perdamaian Dunia, tidak lain adalah dengan mendirikan Gerakan Non Blok, saat Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 di Bandung. Akibat dari gerakan itu, banyak negara-negara di Asia Afrika, akhirnya merdeka sebagai sebuah bangsa yang berdaulat.
Tidak hanya kuat dalam dialog multilateral. Soekarno juga sangat unggul dalam diplomasi bilateral. Sesuai filosofi politik bebas-aktif yang diterapkan Indonesia, Soekarno rajin menjalin komunikasi dengan sejumlah tokoh-tokoh dunia, seperti; John F. Kenedy-Mantan Presiden Amerika Serikat, Fidel Castro-Mantan Perdana Menteri Kuba, Nikita Khrushchev-Mantan Perdana Menteri Uni Soviet dan Mau Tse Tung-Mantan Presiden RRT. Bahkan hingga Kuba, memberikan perlakuan khusus kepada Presiden Soekarno, dengan membuat prangko foto Soekarno dengan Fidel Castro di negara mereka.
Semuanya itu dilakukan Soekarno, semata-mata hanya untuk menciptakan tatanan dunia yang lebih baik. Jauh dari unsur imperialisme. Terbukti, jika kita melihat ketegasan Soekarno di panggung Internasional. Soekarno pernah murka, di dalam sidang PBB tahun 1963, sambil menyatakan bahwa Indonesia mundur dari organisasi multilateral itu. Alasannya sederhana, tidak lain karena negara-negara Barat, berlaku tidak adil terhadap negara-negara kecil. Dan PBB, nyaris tak berbuat banyak, untuk membela negara-negara dunia ke-3 itu.
Perhatian serupa pun diperlihatkan Soekarno, terhadap rakyatnya. Jika melihat kembali sejarah pembangunan era Soekarno. Terdapat konsep pembangunan yang terkenal dari Bapak proklamasi itu, yakni; “Paket Segitiga Pembangunan”. Perpaduan pusat olahraga dan budaya, pusat politik dan pusat pemerintahan di Senayan. Analisis saya terkait hal itu menunjukkan bahwa, Soekarno menerapkan prinsip pembangunan lintas sektoral, terpadu dan komprehensif. Membangun dari segala aspek, dengan tidak mengesampingkan kaum marjinal. Kita bisa melihatnya, kala Soekarno mempersiapkan perhelatan olahraga terbesar se-Asia. Atau tepatnya, Asian Games ke-4 tahun 1962.
Hal-hal yang dilakukan Soekarno; 1.) Menggunakan anggaran ganti rugi perang Jepang secara bertahap, 2.) Merelokasi penduduk di sekitar Senayan ke tempat potensial, 3.) Pembangunan infrastruktur venue; Hotel Indonesia, pelebaran ruas jalan, Wisma Warta, Monas dan TVRI, 4.) Melibatkan pekerja bangunan, tenaga ahli, TNI AD dan penduduk sipil. Tak tanggung banyaknya, sekitar 12.000 orang (Amin Rahayu, 2012). Hasilnya, hanya dalam 2 tahun, seluruh venue berhasil rampung dan Asian Games 1962, berhasil diselenggarakan.
Dari kisah inspiratif seorang Soekarno, kita dapat menyimpulkan bahwa, sang Proklamator, tidak hanya berhasil meletakkan dasar-dasar penting falsafah negara. Dia juga memiliki dedikasi, dalam peningkatan prestasi olahraga Nasional. Pun juga, membawa spirit modernisasi dalam pariwisata tanah air. Selain itu, Soekarno berhasil memiliki pengaruh luas, dalam upaya mewujudkan perdamanian Internasional, dengan mendirikan GNB (Gerakan Non Block) di Konferensi Asia-Afrika. Terlebih dari itu, sang proklamator telah mencatatkan sejarah, dengan berupaya memulihkan jiwa masyarakat yang tertindas, dengan sesuatu yang dapat dibanggakan. Tidak hanya melalui Asian Games 1962 namun juga, dengan berbagai pembangunan-pembangunan membanggakan lainnya, yang telah digalakkan Soekarno. Cara yang dilakukan beliau, yakni; Menerapkan prinsip pembangunan lintas sektoral, terpadu dan komprehensif. Melibatkan seluruh stake holderdalam pembangunan. Karena itu, tepatlah jika dikatakan bahwa; Soekarno, akar sejarah Indonesia dan perdamaian Dunia.

Artikel ini ditulis untuk Mengikuti Lomba Penulisan Artikel bertema Bung Karno yang diadakan oleh DPD PDI Perjuangan Sumut dalam rangka Memperingati Bulan Bung Karno. (js)

Berita Terkait