Hukum

Rp 9,9 Triliun untuk Laptop Tak Sesuai Kebutuhan, Kejagung Panggil Google

post-img
Foto : Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar

LDberita.id - Jakarta, Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) terus mengusut dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan laptop berbasis Chrome OS (Chromebook) di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019 - 2022. Kasus yang diperkirakan menelan kerugian negara hingga Rp 9,9 triliun ini kini menyeret perwakilan perusahaan teknologi raksasa Google.

Pemeriksaan terhadap perwakilan Google berinisial GSM, yang menjabat sebagai Strategic Partner Manager Chrome OS Indonesia, pada Rabu (2/7/2025), GSM hadir sejak pagi dan diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi. "Info dari penyidik, saksi sudah hadir. GSM selaku Strategic Partner Manager Chrome OS Indonesia," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar.

Hingga sore hari, pemeriksaan masih berlangsung. Materi pemeriksaan secara rinci belum diungkap ke publik, tetapi keterangan GSM dinilai krusial untuk membuka tabir persekongkolan yang diduga terjadi dalam proses pengadaan.

Penyidikan awal mengungkap adanya dugaan pemufakatan jahat yang melibatkan tim teknis dan sejumlah pihak eksternal, yang secara sistematis mengarahkan pengadaan laptop agar menggunakan sistem operasi Chromebook.

"Dengan cara mengarahkan tim teknis agar membuat kajian teknis supaya diarahkan pada penggunaan laptop berbasis operating system Chromebook," kata Harli.

Padahal, Chromebook yang berbasis internet dinilai tidak sesuai dengan kondisi infrastruktur di banyak daerah di Indonesia. Sejak 2019, uji coba menunjukkan penggunaan Chromebook tidak efektif karena keterbatasan jaringan internet di sekolah-sekolah, khususnya di wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal).

"Penggunaan Chromebook saat itu tidak sesuai kebutuhan siswa, bahkan dapat mematikan efektivitas pembelajaran," tambah Harli.

Proyek pengadaan ini menghabiskan dana negara sebesar Rp 9,9 triliun, yang bersumber dari Rp 3,5 triliun anggaran satuan pendidikan dan Rp 6,3 triliun melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Besarnya nilai anggaran tersebut membuka potensi kerugian negara yang sangat signifikan dan menjadi keprihatinan publik.
Kejagung berkomitmen mengusut tuntas kasus ini, termasuk menelusuri pihak-pihak yang memperoleh keuntungan tidak sah dari proyek raksasa tersebut.

Dalam melaksanakan penyidikan ini, Kejagung berpegang pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Berdasarkan Pasal 30 ayat (1) huruf d, Kejaksaan memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang. Lebih lanjut, dalam Pasal 30B ayat (1), disebutkan bahwa Kejaksaan memiliki tugas dan wewenang dalam bidang tindak pidana, antara lain melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi.

Selain itu, Kejagung juga menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan hukum untuk melindungi keuangan negara dari praktik korupsi yang semakin merusak sendi-sendi pelayanan publik, termasuk di sektor pendidikan.

Kasus dugaan korupsi Chromebook ini menjadi tamparan keras bagi upaya peningkatan mutu pendidikan nasional. Publik mendesak agar Kejagung segera menuntaskan penyidikan, memproses seluruh pihak yang terlibat tanpa pandang bulu, dan memastikan anggaran pendidikan ke depan dikelola secara transparan dan tepat sasaran.

Pendidikan adalah hak dasar rakyat yang dijamin konstitusi. Menyalahgunakan dana pendidikan sama saja mengkhianati masa depan anak bangsa. Kejagung menegaskan komitmennya untuk menuntaskan perkara ini hingga ke akar, termasuk menindak tegas para pelaku yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi, sesuai amanat undang-undang. (tim)
 

Berita Terkait