LDberita.id - Batubara, Pesan moral dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yang menegaskan agar aparat penegak hukum tidak mengkriminalisasi rakyat kecil dan tidak mencari-cari kesalahan yang tidak perlu, kini menjadi sorotan di tengah kasus penahanan becak bermotor milik Jalaluddin, warga Desa Titi Merah, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batu Bara. Selasa (21/10/2025),
Sudah hampir tiga bulan lamanya becak bermotor milik Jalaluddin tertahan di Polres Batu Bara tanpa surat penyitaan resmi. Tindakan tersebut dinilai oleh sejumlah praktisi hukum sebagai bentuk pelanggaran terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), serta pengabaian terhadap pesan Presiden Prabowo yang menekankan pentingnya penegakan hukum yang berkeadilan dan berperikemanusiaan.
Dalam arahannya pada Senin, 20 Oktober 2025, Presiden Prabowo Subianto mengingatkan dengan nada tegas, “Saya ingatkan terus kejaksaan, kepolisian jangan kriminalisasi sesuatu yang tidak ada, untuk motivasi apapun. Jangan mencari-cari masalah yang tidak perlu dikriminalkan, apalagi menyangkut rakyat kecil.”
Pernyataan Presiden itu dianggap sangat relevan dengan kondisi hukum di daerah-daerah, termasuk di Kabupaten Batu Bara, di mana kasus Jalaluddin menjadi contoh nyata bahwa rakyat kecil masih rentan menjadi korban kesewenang-wenangan aparat.
“Bapak Presiden sudah menyampaikan dengan jelas agar hukum ditegakkan dengan adil, tanpa menyakiti rakyat kecil, tapi yang terjadi di Batu Bara justru sebaliknya, rakyat kecil seperti Jalaluddin menjadi korban dari tindakan aparat yang tidak berdasar hukum,” ujar Rudi Harmoko, SH, praktisi hukum sekaligus kuasa hukum Jalaluddin.
Menurut Rudi, tindakan penahanan barang tanpa dasar hukum melanggar Pasal 38 KUHAP, yang mensyaratkan setiap penyitaan harus disertai surat perintah resmi dan berita acara penyitaan. Hingga kini, tidak satu pun dokumen tersebut diberikan kepada Jalaluddin, meski ia telah berulang kali meminta kejelasan.
“Saya hanya rakyat kecil, becak itulah satu-satunya alat saya mencari nafkah untuk anak dan istri, tapi tiga bulan sudah, saya tidak bisa bekerja. Saya berharap Bapak Presiden Prabowo bisa mendengar keluhan saya,” kata Jalaluddin dengan nada haru.
Kasus ini menjadi ujian moral bagi aparat penegak hukum di tingkat daerah, apakah mereka benar-benar menjalankan amanat Presiden Prabowo untuk tidak menindas rakyat kecil, atau justru melanggarnya demi kepentingan tertentu.
Pengamat hukum Sumatera Utara, Ali Piliang, SH menyebut, Presiden Prabowo tengah berupaya menegakkan reformasi hukum nasional, namun masih ada aparat di daerah yang belum memahami semangat tersebut.
“Pesan Presiden sangat jelas: hukum harus berpihak pada keadilan dan kemanusiaan, tapi bila ada aparat di daerah yang justru menahan becak warga tanpa dasar, itu berarti pesan Presiden belum dijalankan dengan benar,” ujarnya.
Praktisi hukum berharap Presiden Prabowo Subianto dapat turun tangan, agar pesan beliau tidak hanya berhenti di atas podium, tetapi benar-benar dirasakan oleh rakyat kecil di seluruh Indonesia.
“Kami percaya Bapak Presiden Prabowo punya hati untuk rakyatnya, dan kami mohon agar beliau membantu rakyat kecil seperti Jalaluddin, supaya hukum benar-benar menjadi pelindung, bukan alat penindasan,” tutup Rudi Harmoko, SH. (tim)