Medan - (LDberita) Perjuangan bangsa Indonesia di masa penjajahan akhirnya berujung pada pembahasan persiapan menuju transisi Indonesia merdeka khususnya dalam hal ideologi negara. Berdiri dan kokohnya suatu bangsa harus memiliki falsafah yang dianut dalam menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Falsafah ini disebut sebagai ideologi negara yang berusaha dirangkai oleh para tokoh-tokoh bangsa menuju proklamasi pada masa itu. Akhirnya, dibentuklah persidangan BPUPKI yang dimulai tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 dengan upacara pembuka pada sehari sebelum persidangan yaitu tanggal 28 Mei 1945.
Jika kita amati sejarah perjalanan persidangan hingga terbentuknya dasar negara, maka dipenuhi oleh dinamika dan peran tokoh bangsa yang totalitas dalam setiap rangkaian mewujudkan Indonesia merdeka. Sidang pertama BPUPKI lebih membahas tentang pemaparan beberapa tokoh pemikir yang mengutarakan gagasannya tentang falsafah dasar yang akan dipakai oleh bangsa Indonesia. Perjalanan persidangan BPUPKI dilaksanakan dari hari ke hari hingga Soekarno yang kita sebut sebagai founding father Indonesia mendapatkan giliran dan kesempatan untuk memaparkan ideologi bangsa tepatnya pada tanggal 1 Juni yang diperingati sebagai Hari Pancasila.
Ir. Soekarno yang memberikan pandangannya pada masa itu mendapatkan simpati yang sangat besar dari para peserta sidang karena gagasan yang diutarakan sungguh menyentuh kehidupan asli bangsa Indonesia. Ir Soekarno menyebut istilah Pancasila yang bila digali lebih dalam maka kita akan menemukan konsep Trisila yaitu sosio-nasionalisme, Sosio-demokrasi dan Ketuhanan. Jika konsep Trisila diambil intisarinya maka kita akan menemukan prinsip Ekasila yang kita sebut saat ini dengan istilah gotong royong."Oleh karena itu lah kita sering mendengar istilah yang mengatakan bahwa ruh bangsa Indonesia adalah gotong royong.
Setelah pemaparan dari beberapa tokoh persidangan selesai, tiba saat nya perangkuman usulan dan harus segera disepakati. Maka, berdasarkan hasil persidangan dibentuklah Panitia delapan (panitia kecil) untuk merangkum seluruh pandangan tersebut sehingga membentuk ideologi negara. Hasil dari kerja keras panitia delapan berujung pada perbedaan pendapat yang menjadi latar belakang terbentuknya panitia sembilan. Panitia sembilan akhirnya menghasilkan lima poin besar yang akan dijadikan falsafah negara yang disebut dengan istilah Piagam Jakarta.
Piagam Jakarta yang terdiri dari lima poin besar sangat sesuai dengan pemikiran Bung Karno yang beliau sebut dengan philosophisce grondsag.
Perjalanan keputusan ideologi negara tidak berhenti pada panitia sembilan. Piagam Jakarta akhirnya dibawakan pada persidangan BPUPKI kedua yang menghasilkan kesepakatan bahwa isi Piagam Jakarta sudah final. Pada sidang pertama PPKI yang memegang amanat sebagai tindak lanjut dari BPUPKI terjadi perubahan kecil pada dasar negara. Perubahan yang terjadi ialah terdapat pada sila pertama menjadi sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dinamika yang terjadi pada saat sebelum Indonesia merdeka hingga pembahasan kelengkapan persiapan kemerdekaan menunjukkan totalitas para tokoh bangsa. Tidak hanya berhenti berjuang untuk mengusir penjajah, tetapi membentuk pondasi kuat bangsa Indonesia hingga bertahan sampai hari ini dan di masa yang akan datang. Perjuangan mereka harus menjadi cerminan bagi kita untuk mengevaluasi hal-hal yang sudah seharusnya kita berikan untuk kemajuan bangsa Indonesia. Harapan kita, semangat kecintaan tokoh bangsa pada negeri dapat kita warisi untuk Indonesia maju dan mandiri.
Relevansi Pancasila di Masa Sekarang
Pandemi Covid-19 membuat berbagai aspek kehidupan bangsa kita terganggu dan memaksa pemerintah untu merealokasi anggaran ke penanganan pencegahan Covid-19. Berbagai upaya dilancarkan oleh gugus tugas nasional sebagai tim yang ditugaskan Presiden sebagai ujung tombak dalam memerangi Covid-19. Penerapan PSBB membuat roda ekonomi melambat khususnya masyarakat yang rentan miskin membutuhkan bantuan untuk tetap bertahan hidup.
Kondisi bangsa yang sedang berada pada tekanan yang kuat ditengah pandemi membuat banyak kalangan mengumpulkan dana untuk kebutuhan penanganan Covid-19. Perusahaan-perusahaan besar menyisihkan dana yang dimiliki untuk meringankan beban pemerintah. Bantuan dari sumber pribadi juga berdatangan seperti anak-anak yang memecahkan tabungannya demi membeli APD untuk tenaga medis. Dunia musik yang tertekan akibat Covid-19 juga melakukan hal yang sama. Penyanyi tradisional Didi Kempot yang identik dengan sobat ambyarnya melakukan konser amal yang kabarnya mengumpulkan dana yang sangat besar untuk keperluan bantuan penanganan Covid-19 berjumlah Rp.76 Milyar.
Tentunya, masih banyak pihak-pihak yang tidak terpublikasi oleh media memberikan yang dimiliki untuk saling membahu mengatasi Covid-19. Sikap dari berbagai anak bangsa ini menjadi contoh nyata implementasi nilai-nilai Pancasila yang Ir. Soekarno sebut dengan Ekasila yaitu gotong royong. Sikap saling membantu menjadi bentuk amunisi yang sangat ampuh untuk mengurangi beban kita menghadapi apapun.
Prinsip Ekasila juga dapat kita terapkan disetiap permasalahan bangsa pada masa sekarang dan yang akan datang.
Semangat Toleransi
Keberagaman bangsa Indonesia yang sangat tinggi menjadi dasar untuk tidak memungkiri bahwa dalam perjalanannya bangsa kita sering dihadapkan dengan masalah intoleransi. Hal ini dilakukan oleh beberapa pihak yang memiliki kepentingan dengan memanfaatkan sensitivitas masyarakat akan intoleransi dan membuat provokasi untuk menciptakan gejolak antar kelompok masayarakat. Tetapi, di sisi lain heterogenitas bangsa Indonesia juga menjadi suatu alasan yang kuat untuk menghargai dan menjunjung tinggi perbedaaan karena sejatinya setiap manusia memiliki kodrat dan hak yang sama.
Kasus intoleransi di Indonesia memang masih menjadi masalah dari tahun ke tahun. Penutupan, teror, dan pembakaran di rumah ibadah menjadi bentuk-bentuk intoleransi yang sering kita dengar. Contoh tindakan intoleransi dapat kita lihat pada insiden Tolikara pada tahun 2015. Dikutip dari Kompas.com Kamis, (23/07/15) Jenderal (Pol) Badrodin Haiti menyebutkan bahwa telah terjadi kerusuhan Kabupaten Tolikara hingga membuat Musholla ikut terbakar. Pada tahun 2018 juga terjadi penutupan tempat ibadah di Jambi. Berdasarkan informasi dari CNN Indonesia Minggu, (11/02/18) telah terjadi teror terhadap jemaat gereja St Lidwina Bedog, Sleman, Yogyakarta pada saat ibadah berlangsung hingga menimbulkan korban luka.
Berkaitan dengan masalah intoleransi, Yudi Latif sebagai tokoh yang Pancasilais menyebutkan bahwa kehidupan bangsa kita harus memegang erat moralitas ketuhanan. Dasar negara yang digagas oleh pendiri bangsa kita tidak memberikan kesempatan bagi agama tertentu untuk dijadikan tolak ukur. Namun, Pancasila menyatukan dan merangkul semua aliran baik suku, ras, dan agama dalam prinsip kebhinekaan. Hal yang masih senada, Bung Karno pernah mengatakan bahwa kita harus mementingkan perikemanusiaan atau dalam istilah lain disebut toleransi kemanusiaan. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya dan beradab tentunya menjadi modal utama untuk mewujudkan toleransi yang menjadikan kehidupan kita damai dan sejahtera.
Penutup
Bulan Juni yang disebut sebagai bulan Pancasila sekaligus bulan Bung Karno menjadi wadah bagi kita untuk merefleksikan diri didalam menggali kembali nilai-nilai perjuangan yang ada didalamnya. Perumusan Pancasila merupakan hasil kerja keras seluruh elemen bangsa pada masa transisi Indonesia merdeka khususnya para tokoh pemikir dan pejuang bangsa. Pendiri bangsa ini begitu menghidupkan kembali jati diri nusantara dalam bentuk Pancasila yang sudah ada jauh sebelum terbentuknya Republik Indonesia. Mereka tidak menganut atau mengadopsi ideologi negara lain karena bangsa kita memilki ciri khas dan keunikan tersendiri.
Pancasila bukanlah sekedar naskah hafalan dan pajangan yang membuat kita terlihat Pancasilais. Pembacaan Pancasila pada acara-acara resmi bukanlah sekedar acara simbolik dan hanya bertujuan untuk melakukan kebiasaan sebagaimana lazimnya dilaksanakan. Pancasila dibentuk untuk diimplementasikan dalam bentuk tindakan nyata. Nyata dalam perkataaan, nyata dalam karakter setiap insan bangsa dan nyata dalam perbuatan. Marilah kita sebagai elemen bangsa saling membahu dalam bingkai keluarga Pancasila. Akhirnya, kita akan membumihanguskan sikap intoleransi. Mengemban beban secara bersama supaya terasa lebih ringan. Covid-19 akan kita lewati bukan karena menyerah melainkan karena menang oleh nilai-nilai Pancasila yang sudah menjadi bagian dari hidup kita. Salam Pancasila dalam tindakan. (js)
(Artikel ini ditulis untuk Mengikuti Lomba Penulisan Artikel bertema Bung Karno yang diadakan oleh DPD PDI Perjuangan Sumut dalam rangka Memperingati Bulan Bung Karno).
.jpg)





