LDberita.id - Batubara, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Batu Bara mendapat sorotan setelah realisasi anggaran tahun 2023 menunjukkan penggunaan dana sebesar Rp5,142 miliar untuk fasilitasi perencanaan pengembangan berkelanjutan di kawasan perkebunan seluas 400 hektare, dengan anggaran yang begitu besar, publik mempertanyakan lokasi pasti lahan tersebut, implementasi program, serta manfaat nyata bagi petani Batu Bara.
Forum Masyarakat Transparansi (Formatsu), Rudi Harmoko, SH, mendesak Dinas Pertanian Batu Bara untuk membuka data secara transparan.
“Dana sebesar itu bukan angka kecil. Publik berhak mengetahui apakah program ini benar-benar berjalan atau hanya sekadar proyek administratif.
Kita ingin tahu siapa penerima manfaatnya, bagaimana mekanisme pengelolaannya, serta bagaimana pengawasan dilakukan agar anggaran ini tidak menjadi ladang penyimpangan,” tegas Rudi. Kamis (30/01/2025).
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, setiap instansi pemerintah diwajibkan untuk membuka akses informasi kepada masyarakat, terutama terkait penggunaan anggaran negara. Dalam Pasal 9 ayat (2), disebutkan bahwa badan publik wajib menyediakan informasi terkait kebijakan yang berdampak luas, termasuk laporan keuangan.
Namun, hingga kini, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Batu Bara belum mempublikasikan rincian penggunaan anggaran Rp5,1 miliar tersebut.
Hal ini menimbulkan dugaan bahwa ada upaya menutup-nutupi informasi yang seharusnya dapat diakses oleh masyarakat.
“Jika memang program ini berjalan, maka Pemkab Batu Bara harus berani membuka data, di mana lokasi 400 hektar tersebut, apakah termasuk dalam program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) atau program lainnya, serta siapa yang bertanggung jawab dalam pelaksanaannya. Jika tidak ada keterbukaan, maka patut diduga ada potensi penyimpangan,” ujar Rudi.
Jika dalam penggunaan anggaran ini ditemukan adanya unsur mark-up, proyek fiktif, atau penyalahgunaan wewenang, maka bisa mengarah pada pelanggaran Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Pasal 2 UU Tipikor menyebutkan bahwa siapa pun yang melakukan tindakan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara dapat dipidana dengan hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup.
Sementara itu, Pasal 3 UU yang sama menegaskan bahwa penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara juga merupakan tindak pidana korupsi yang dapat dikenakan hukuman penjara maksimal 20 tahun.
“Jika Dinas Pertanian tidak segera memberikan klarifikasi, maka langkah hukum harus diambil.
Aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan dan KPK, harus turun tangan jika ada indikasi penyimpangan dalam proyek ini. Jangan sampai anggaran miliaran rupiah ini hanya berakhir di kantong-kantong segelintir orang,” lanjut Rudi.
Untuk memastikan akuntabilitas penggunaan anggaran ini, Formatsu meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Inspektorat Daerah untuk melakukan audit menyeluruh.
“Kami tidak ingin ini menjadi proyek ‘siluman’ yang hanya terlihat di atas kertas. Pemerintah harus membuktikan bahwa anggaran ini benar-benar digunakan untuk kemajuan sektor perkebunan dan peningkatan kesejahteraan petani di Batu Bara,” tegasnya.
Masyarakat Batu Bara kini menanti jawaban dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Batu Bara.
Apakah anggaran Rp5,1 miliar ini benar-benar digunakan untuk kepentingan petani, atau justru menjadi skandal baru yang mencoreng integritas pemerintahan daerah. (Boy)
.jpg)





