LDberita.id - Batubara, Lambannya penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur kembali mencoreng wajah aparat penegak hukum di Kabupaten Batu Bara.
Seorang ibu bernama Samawati harus menempuh jalur advokasi ke Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Batu Bara setelah hampir tiga bulan berlalu tanpa adanya kejelasan hukum dari pihak kepolisian terkait laporan dugaan pemerkosaan terhadap anaknya. "Saya sangat kecewa dengan kinerja Polres Batu Bara.
Laporan sudah masuk sejak 8 November 2024, tetapi sampai hari ini tidak ada langkah nyata untuk menangkap pelaku. Anak saya yang menjadi korban justru harus menanggung trauma tanpa kepastian hukum," ujar Samawati
Samawati datang ke Kantor KPAD Batu Bara di Jalan Juanda, Kelurahan Lima Puluh, pada Rabu (12/2/2025, untuk meminta perlindungan dan kejelasan hukum bagi anaknya.
Kedatangannya diterima langsung oleh Ketua KPAD Batu Bara, Helmi SH, MH, CRA, beserta Komisioner Ismail SH dan staf KPAD lainnya.
Ketua KPAD Batu Bara, Helmi SH, MH, CRA, menegaskan bahwa pihaknya akan mengawal kasus ini hingga tuntas."Kami akan mendesak kepolisian agar tidak menelantarkan laporan ini.
Hak-hak anak harus ditegakkan, dan pelaku kejahatan seksual harus dihukum seberat-beratnya sesuai dengan undang-undang yang berlaku," tegasnya.
Kronologi Kejadian: Korban Diperkosa Dua Kali oleh Terlapor
Kasus ini bermula pada 7 November 2024, ketika korban meminta izin kepada ibunya untuk menghadiri turnamen futsal di desanya, Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir. Namun, hingga larut malam, korban tidak kunjung pulang.
Seorang saksi bernama Sinta kemudian datang ke rumah Samawati dan menginformasikan bahwa korban pergi bersama seorang pria bernama Adi. Setelah dilakukan pencarian ke rumah orang tua terlapor, korban tidak ditemukan. Tidak lama kemudian, korban akhirnya diantar pulang oleh seorang teman terlapor bernama Rendi.
Saat ditanya oleh ibunya, korban mengaku telah dipaksa berhubungan suami istri sebanyak dua kali dengan terlapor.
Mendengar hal itu, Samawati segera melaporkan kejadian tersebut ke Polres Batu Bara dengan nomor laporan STTLP/B/464/XI/2024/SPKT/POLRES BATU BARA/POLDA SUMUT.
Namun, hingga tiga bulan setelah laporan dibuat, kepolisian belum juga mengambil tindakan tegas terhadap pelaku.
Polres Batu Bara Diduga Melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak
Lambannya penanganan kasus ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002.
Dalam Pasal 76D UU 35/2014, disebutkan bahwa, "Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap anak yang memaksa anak untuk melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Jika terbukti bersalah, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 81 Ayat (1) UU 35/2014, yang berbunyi, "Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Selain itu, kepolisian yang menangani kasus ini seharusnya merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, di mana dalam Pasal 13 disebutkan bahwa."Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah.
(a) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
(b) menegakkan hukum; dan
(c) memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Namun, dalam kasus ini, Polres Batu Bara gagal menjalankan tugasnya dalam menegakkan hukum serta melindungi hak-hak korban, yang justru dibiarkan menderita dalam ketidakpastian.
Minimnya Kepercayaan Publik Terhadap Aparat Penegak Hukum
Pemerhati sosial di Batu Bara, Ramli Sinaga, menilai kasus ini sebagai bukti nyata dari kegagalan kepolisian dalam melindungi hak-hak anak. "Anak ini sudah menjadi korban, tetapi justru dia yang dibiarkan menanggung trauma tanpa ada kejelasan hukum. Polisi seharusnya bekerja cepat menangani kasus kejahatan seksual terhadap anak, bukan malah membiarkannya berlarut-larut," ujar Ramli.
KPAD Batu Bara bersama masyarakat kini mendesak Kapolres Batu Bara untuk segera menangkap pelaku dan memberikan kejelasan hukum kepada korban. Jika tidak, kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum akan semakin menurun.
Ketua KPAD Batu Bara, Helmi SH, MH, CRA, kembali menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam dalam kasus ini."Kami akan mengawal kasus ini hingga tuntas.
Jika kepolisian terus diam, kami akan melaporkannya ke tingkat yang lebih tinggi, termasuk ke Komnas Perlindungan Anak dan Kementerian PPPA," tegas Helmi.
Masyarakat berharap agar kasus ini tidak menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum di Batu Bara.
Jika aparat kepolisian terus mengabaikan laporan korban, maka ke mana lagi masyarakat harus mencari keadilan." tandasnya. (Boy)