LDberita.id - Palembang, Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) kembali menunjukkan komitmennya dalam membongkar praktik korupsi berskala jumbo. Jumat (11/7/2025),
Kejati Sumsel melaksanakan penggeledahan di empat lokasi strategis terkait dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pinjaman atau kredit oleh salah satu bank plat merah kepada PT BSS dan PT SAL.
Penggeledahan ini dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penggeledahan Kepala Kejati Sumsel Nomor: PRINT-1145/L.6.5/Fd.1/07/2025 tanggal 10 Juli 2025, serta Surat Penetapan Pengadilan Negeri Palembang Nomor: 18/PenPid.Sus-TPK-GLD/2025/PN Plg tanggal 10 Juli 2025. Tindakan ini merupakan rangkaian lanjutan penyidikan yang telah dimulai melalui Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRINT-16/L.6/Fd.1/07/2025 tanggal 9 Juli 2025.
Dugaan kerugian negara yang ditimbulkan dalam perkara ini diperkirakan mencapai angka fantastis, yakni ± Rp1,3 triliun. Angka ini mencerminkan betapa masif dan sistematis modus korupsi yang diduga terjadi, melibatkan peran pihak internal dan eksternal bank yang memberikan fasilitas pinjaman jumbo.
Adapun empat titik penggeledahan meliputi, 1. Rumah saksi berinisial WS di Jalan Mayor Ruslan, Palembang. 2. Kantor PT PU di Jalan Jenderal Basuki Rachmat, Palembang. 3. Kantor PT BSS di Jalan Mayor Ruslan, Palembang. 4. Kantor PT SAL di Jalan Mayor Ruslan, Palembang.
Dalam proses penggeledahan, tim berhasil menyita berbagai dokumen penting dan surat-surat yang dinilai memiliki keterkaitan erat dengan konstruksi perkara.
Dokumen tersebut diharapkan dapat membuka tabir aliran dana dan jaringan pelaku yang berpotensi melibatkan oknum di lingkungan perbankan maupun perusahaan penerima fasilitas kredit.
Kegiatan penggeledahan di seluruh lokasi berlangsung aman, tertib, dan kondusif. Kejati Sumsel menegaskan bahwa tindakan tegas ini merupakan upaya nyata dalam menegakkan hukum, melindungi keuangan negara, serta mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan.
Sebagai informasi, dugaan praktik korupsi dalam bentuk kredit bermasalah sering kali memanfaatkan celah prosedural perbankan, di mana debitur memperoleh pinjaman jumbo dengan dokumen agunan fiktif atau rekayasa laporan keuangan. Hal ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga memperburuk citra perbankan nasional. (Js)
.jpg)





