Medan

Ayat Dibacakan, Nafsu Disalurkan: Robohnya Moral Sang Penceramah

post-img
Foto : Orangtua Korban saat membuat laporan di Polda Sumatera Utara

LDberita.id - Medan, Ia dikenal sebagai penyampai petuah surga. Ucapannya sering membuka majelis, mengalun di mimbar - mimbar keimanan. Tapi di balik jubah dan serban yang ia kenakan, tersembunyi niat busuk yang akhirnya mencuat, pelecehan seksual terhadap seorang gadis belia, mahasiswi berusia 18 tahun.

Ustadz AHA nama yang selama ini dielu - elukan sebagai penceramah kondang kini berdiri di ambang kehancuran moralnya sendiri.

Sosok yang seharusnya menjadi penjaga akhlak, justru menjelma menjadi ancaman bagi kehormatan seorang anak perempuan.

Korban, NS, tak pernah menyangka bahwa sapaan santun dari seorang tokoh agama akan berujung petaka.

Hari itu, Ustadz AHA datang ke rumah kost NS di kawasan Laut Dendang, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.

Niatnya, katanya, hanya untuk menjual kitab kuning. Tapi di balik lembaran kitab itu, ada lembaran rencana kelam yang disembunyikan.

“Dia mengajak anak saya makan malam, katanya bersama istri dan anaknya,” tutur IL (46), ibu kandung NS. “Tapi itu hanya jebakan.”

Begitu masuk ke dalam mobil pribadi AHA, suasana berubah. NS diberi makanan ayam goreng dan sebotol minuman. “Anak saya sempat menolak, tapi dipaksa minum,” lanjut IL. Tak lama setelah meneguk cairan itu, tubuh NS lemas. Kesadarannya limbung. Pandangannya kabur. Lalu terjadi hal yang tak seharusnya.

Dalam perjalanan, NS merasa tubuhnya disentuh secara tidak wajar. Ia seperti dipijat tapi bukan pijatan untuk menyembuhkan, melainkan untuk merampas harga diri. Ia sadar, tapi tubuhnya tak sepenuhnya patuh.

“Anak saya merasakan ada yang menyentuh bagian dadanya…alat kelaminnya… dalam mobil,” ucap sang ibu dengan suara bergetar.

Perjalanan berakhir di sebuah hotel sunyi di kawasan Padang Bulan. “Kita ngobrol sebentar di kamar, biar tenang,” kata AHA kepada NS. Tapi yang terjadi di dalam kamar adalah mimpi buruk yang akan menghantui korban seumur hidup.

Jilbab NS ditarik. Lehernya dicium. Bibirnya direnggut. Nafasnya dipaksa mengikuti irama syahwat AHA. Tiga kali AHA mencoba memaksa kehendaknya, tiga kali pula NS menolak sekuat tenaga.

Dalam kondisi datang bulan dan limbung, ia berjuang menyelamatkan dirinya. Hingga akhirnya tubuhnya pingsan di tengah percobaan terakhir.

“Anak saya melawan. Meski lemas, dia tahu itu salah. Dia tidak ingin disentuh. Tapi pelaku terus memaksa,” kata IL sambil menahan tangis.

Awak media kemudian menemukan AHA. Ditanya perihal kejadian itu, ia tidak menyangkal.

“Iya, Bang. Aku khilaf,” katanya, lemah. “Aku sadar melakukan itu. Aku bawa dia ke hotel arah Berastagi.”

Pengakuan itu kini tercatat dalam laporan polisi bernomor, STTLP/B/637/IV/2025/SPKT/POLDA/SUMATERA UTARA. AHA terancam dijerat Pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Tapi bagi NS, luka itu tak bisa ditakar dengan hitungan tahun. Ia kehilangan rasa aman.

Kepercayaannya terhadap sosok berpeci dan bersorban hancur seketika. Ia tak hanya jadi korban kekerasan seksual, tapi juga korban dari kepercayaan yang dikhianati.

Masyarakat kini bertanya, berapa banyak ustadz berserban yang menyimpan niat kotor di balik dakwahnya," Berapa banyak perempuan yang diam karena takut dicap mencemarkan nama baik tokoh agama.

Kisah NS bukan hanya tentang satu ustadz dan satu korban. Ini tentang sistem sosial yang terlalu lama membungkam suara perempuan atas nama malu, dan terlalu mudah memaafkan pelaku atas nama khilaf. (Boy)

Berita Terkait