LDberita.id - Batubara, Kejadian memilukan kembali menimpa seorang guru honorer di Kabupaten Batu Bara.
Kali ini, Eviriani Siregar, seorang guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang telah mengabdi selama 19 tahun, mengalami nasib tragis setelah diberhentikan secara sepihak oleh Kepala Sekolah UPT SD Negeri 30 Desa Pasar Lapan, Kecamatan Air Putih.
Pemecatan ini dilakukan tanpa alasan yang jelas dan seolah mengabaikan dedikasi panjangnya terhadap pendidikan anak-anak di Batu Bara.
Eviriani, yang akrab dipanggil Bu Evi, telah mengajar di SDN 30 Pasar Lapan sejak 2009.
Meskipun gajinya sangat minim, ia tetap bersemangat mendidik para siswa.
Dengan kecintaan dan ketulusan pada dunia pendidikan, ia rela menjalani hari-harinya sebagai guru honorer dan mengorbankan waktu serta tenaga demi murid-muridnya.
Namun, perjuangan panjang ini berakhir pahit ketika ia dipecat tanpa bukti yang kuat.
Dalam surat pemecatannya, Eviriani dituduh melakukan tiga pelanggaran: tidak transparan terkait tunjangan profesi guru, kebohongan publik, dan penyebaran fitnah yang mencemarkan nama baik Kepala Sekolah Sugiatik.
Bu Evi menyatakan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar dan meragukan kebenarannya.
Ia bahkan dikeluarkan dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik) tanpa pemberitahuan sebelumnya, tindakan yang sangat merugikan status dan haknya sebagai tenaga pendidik.
Dengan air mata yang tak terbendung, Eviriani menyampaikan keprihatinannya. “Sekolah itu harapan hidup saya. Seluruh gaji yang saya terima dari mengajar digunakan sepenuhnya untuk membiayai anak-anak saya.
Dengan gaji yang terbatas, saya harus mencukupi kebutuhan makan dan pendidikan mereka,” ungkapnya sambil mengusap air mata.
Tidak hanya menjadi pukulan emosional, pemecatan ini juga menggoyahkan stabilitas keuangan Eviriani yang merupakan tulang punggung keluarga.
Menghidupi ketiga anaknya kini menjadi beban yang semakin berat. Terlebih lagi, keputusan sepihak yang terkesan tergesa-gesa ini menunjukkan kurangnya empati dari pihak sekolah terhadap guru yang telah lama berjuang bersama mereka.
Ketua Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) Kabupaten Batu Bara, Saut Silalahi, turut menanggapi kasus ini.
Menurutnya, AGPAII akan mendampingi Eviriani dalam mencari keadilan dan melakukan investigasi menyeluruh atas permasalahan ini. “Pengabdian belasan tahun seharusnya menjadi pertimbangan penting.
Tindakan pemecatan sepihak tanpa dasar kuat adalah bukti kurangnya penghargaan terhadap jasa guru yang telah berkontribusi besar dalam mencerdaskan generasi,” ucap Saut penuh sesal.
Saut menilai, pemecatan ini tidak hanya melukai Eviriani tetapi juga mencerminkan lemahnya penghargaan dari Kepala Sekolah terhadap pengabdian tenaga pendidik.
“Setiap masalah, terutama yang melibatkan pengabdian lama, seharusnya dapat diselesaikan dengan pendekatan yang lebih manusiawi.
Keputusan seperti ini seolah menutup mata terhadap jasa dan dedikasi seorang guru yang telah setia bertahun-tahun,” tegasnya.
Peristiwa ini kembali mengingatkan pada pentingnya sistem pengelolaan dan penghargaan bagi tenaga pendidik di Indonesia, khususnya guru honorer yang kerap diperlakukan tidak adil.
Kasus Eviriani Siregar menjadi contoh nyata bahwa tenaga pendidik masih sering kali tidak mendapatkan perlindungan yang memadai dalam sistem pendidikan kita.
Apalagi, pada era sekarang ini, pendidikan memerlukan pengajar yang berkomitmen tinggi, dan tindakan seperti pemecatan sepihak ini justru berpotensi menurunkan semangat para guru honorer lainnya.
Eviriani kini menggantungkan harapannya kepada AGPAII Batu Bara dan pihak berwenang lainnya agar dapat membantu memulihkan statusnya dan mengembalikan rasa keadilan bagi para pendidik yang terpinggirkan.
Baginya, pendidikan bukan sekadar profesi, melainkan panggilan hidup. “Saya hanya ingin terus mengajar dan memberi ilmu kepada anak-anak,” ucapnya dengan nada lirih.
Kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi pemangku kebijakan di sektor pendidikan bahwa penghargaan dan perlindungan bagi tenaga pengajar harus ditingkatkan.
Mengabaikan jasa para guru yang telah berjuang untuk pendidikan anak-anak negeri ini adalah bentuk ketidakadilan yang tidak boleh dibiarkan." tandasnya. (End)
.jpg)





