LDberita.id - Batubara, Kunjungan Penjabat (Pj) Bupati Batu Bara, H. Heri Wahyudi Marpaung, bersama Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) ke Pasar Kebun Kopi, Kecamatan Sei Suka, pada Kamis, 12 September 2024, kembali mencuri perhatian.
Dalam inspeksi tersebut, Pj. Bupati dengan penuh semangat memantau harga bahan pokok dan berdialog dengan para pedagang, berupaya memastikan stabilitas harga sembako di tengah masyarakat. Harga beras tercatat Rp14.000 per kilogram, telur ayam Rp48.000 per papan, cabai merah Rp27.000 per kilogram, cabai rawit Rp45.000 per kilogram, dan ayam potong yang mencapai Rp24.000 per kilogram. Semua dinilai stabil.
Namun, apakah stabilitas harga di pasar menjadi solusi bagi petani yang tercekik rendahnya harga jual hasil pertanian mereka.
Di balik hiruk-pikuk pasar yang dikunjungi Pj. Bupati, nasib petani cabai Batu Bara yang menjual hasil jerih payah mereka dengan harga yang jauh di bawah standar pasar justru tidak mendapatkan perhatian.
Ramli Sinaga, pengamat sosial Batu Bara, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi yang terjadi, ungkapnya di lima Puluh Pesisir, Selasa (17/09/2024).
"Yang perlu dikunjungi Pj. Bupati bukan hanya pasar penjualan saja, tetapi juga petani yang semakin terpuruk karena harga jual hasil pertanian mereka yang terus merosot," tegas Ramli.
Harga cabai di tingkat petani sangat rendah, jauh dari harga yang dipatok di pasar. Di sini, kita melihat betapa besar ketidakadilan yang terjadi, tegasnya
Ramli Sinaga, mari kita buka mata atas kegagalan Pemkab Batu Bara dalam memahami dan menangani akar masalah yang dihadapi petani.
Pemkab tampaknya lebih fokus pada pencitraan dengan menginspeksi pasar dan mendengarkan keluhan pedagang, namun gagal melihat sisi lain dari rantai distribusi yang jauh lebih kompleks, kondisi para petani Batu Bara yang semakin terdesak oleh rendahnya harga jual produk mereka.
Dalam situasi dimana harga sembako bagi konsumen dianggap stabil, seharusnya pemerintah daerah bertindak lebih jauh untuk mengamankan keberlanjutan hidup petani.
Jika petani cabai harus menjual hasil panennya dengan harga yang hampir tidak menutupi biaya produksi, dimana letak perlindungan dan keadilan bagi mereka. Apakah pantas Pemkab hanya menjadi penonton di tengah kehancuran ekonomi para petani Batu Bara.
Bahkan lebih tragis, tidak ada langkah konkret dari Pemkab Batu Bara untuk menjembatani kesenjangan harga antara pasar dan petani.
Bukankah sudah seharusnya pemerintah hadir sebagai penopang ekonomi petani, bukan hanya sekadar pemantau harga di pasar.
Seperti yang diutarakan Ramli, langkah yang lebih progresif adalah dengan membeli langsung hasil pertanian dari petani, memotong jalur tengkulak yang selama ini menindas, dan mengatur distribusi agar harga tetap wajar, baik di tingkat petani maupun konsumen.
Kunjungan yang dilakukan Pj. Bupati Heri Wahyudi di pasar tampaknya lebih seperti sekadar formalitas dan ajang pencitraan semata.
Kehadiran yang seharusnya membawa solusi nyata justru seakan mengabaikan suara-suara dari mereka yang paling terdampak bagi para petani.
Ketidakmampuan Pemkab untuk berempati terhadap masalah mendasar yang dihadapi petani menjadi potret buram bagaimana birokrasi sering kali terpisah dari realitas di lapangan.
Kegagalan Pemerintah daerah untuk melindungi petani adalah cerminan nyata dari kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil.
Sementara Pemkab sibuk memperlihatkan keseriusan dalam menjaga harga di pasar, para petani Batu Bara hanya bisa pasrah dengan nasib mereka yang semakin terpuruk.
Jika tidak ada intervensi nyata dalam membantu petani, bukan tidak mungkin Batu Bara akan terus menyaksikan sektor pertaniannya merosot.
Suda saatnya Pemkab Batu Bara menyadari bahwa stabilitas harga di pasar hanyalah ilusi jika petani, sebagai penggerak utama perekonomian, tetap tidak terurus. (Boy)
.jpg)





