Batubara, (LADANG BERITA)
Gonjang ganjing soal penyaluran bantuan sembako kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Kabupaten Batubara semakin mengemuka.
Aksi "buka-bukaan" mulai mengintai pihak yang diduga menjadi "biang kerok" kekisruhan penyaluran bansos di Batubara.
Pihak Dinas Sosial Kab Batubara, Kordinator Daerah Bansos dan Direktur Operasional BUMD Batubara terkesan saling "adu argumen" seolah menampik hingar bingar yang menyangkut hak orang miskin.
Indikasi mark-up harga komoditas semakin mengerucut setelah Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) dari berbagai kecamatan serta sejumlah agen e - waroeng 'berkicau' menjelaskan proses penyaluran bansos kepada KPM.
Seperti halnya TKSK Kec Air Putih, Kec Sei suka dan TKSK Medang Deras. Ketiga TKSK terang mengaku sebagian agen e-waroeng ogah menerima bahan komoditi yang dipasok BMUD melalui PT Pembangunan Bahtera Perjaya. Untuk memenuhi komoditi sembako KPM agen e-waroeng lebih memilih belanja sendiri.
Melalui agen e waroeng, dari nilai saldo Rp 200 ribu komoditas yang diterima KPM masih dibatas kewajaran dan tidak jauh bersenjang dengan harga pasar. Nilainya lebih tinggi dibanding komoditas yang dipasok BUMD.
Lewat belanja agen e-waroeng, KPM menerima 15 Kg beras, 10 butir telur, 1/2 Kg kacang hijau dan 1 Kg labu jipang.
Sedangkan komoditas yang diterima melalui pasokan BUMD, KPM hanya menerima 10 Kg beras, 10 butir telur, 1/2 Kg brokoli dan 1 Kg jeruk.
"Kenapa bisa berbeda sementara nilai saldo KPM sama-sama Rp 200 ribu", tanya Kordinator Komisi III DPRD Batubara Syafrizal,SE dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait bansos Kab Batubara, diruang paripurna DPRD, Rabu petang (6/5/20).
RDP yang dihadiri sedikitnya enam anggota komisi III turut dihadiri Kadis Sosial Kab Batubara Ishak Liza, Korda Bansos Sony Agtha Siahaan, korda PKH Muhkrizal Arif, Direktur operasional BUMD Syarkowi Hamid, TKSK dan agen e-waroeng dari masing-masing kecamatan.
Indikasi mark-up harga komoditas yang diterima KPM semakin menganga setelah sejumlah agen e-waroeng asal Kec Nibung Hangus angkat bicara.
Mereka mengaku diharuskan menerima komoditas dari BUMD, bila tidak maka SK e- waroeng mereka terancam dicabut.
"Oleh TKSK kami diharuskan menerima bahan komoditas yang dipasok BUMD, kalau nggak mau SK e-waroeng terancam dicabut. Dari saldo Rp 200 ribu, nilai komoditas yang diserahkan kepada KPM ditaksir hanya sekitar Rp 145 ribu / KPM", aku sejumlah agen e-waroeng dari Kec Nibung Hangus.
Menjawab Komisi III, Korda Bansos Sony Agtha mengatakan pihaknya hanya melakukan pengawasan. Persoalan penyaluran komoditi menjadi tanggunjawab pemasok.
Sony gamlang menegaskan sesuai hasil survey yang dilakukan harga komoditi yang dipasok BUMD tidak sesuai dengan harga pasar.
Sementara Dir Ops BUMD Bahtera Berjaya Syarkowi Ahmid mengatakan dirinya sebagai pemasok beras untuk kebutuhan E-Warung dengan persetujuan Dinsos sesuai harga pasar.
Syarkowi mengaku, meski pihaknya sebagai pemasok beras sesuai kontrak namun masih ada pemasok lain yang juga bermain untuk menjadi penyalur.
Sehingga diduga ada upaya pengacau dari orang-orang atau kelompok tertentu yang tidak senang terhadap kegiatan e-waroeng, ujarnya.
Menanggapi silang argumen dari beberapa pihak yang terlibat dalam proses penyaluran, Ketua Komisi III Amat Mukhtas mengatakan kasus bansos sudah viral dan menjadi asumsi nasional apalagi sudah mencuat diberbagai media baik cetak, online maupun elektronik (televisi).
Diakui Muktas, jauh-jauh sebelumnya pihaknya juga sudah mengingatkan bahwa persoalan bansos cukup rawan. Saat itu Amat Muktas juga mengaku telah meminta jangan ada pihak-pihak yang berbisnis.
"Kekhawatiran itu sekarang mencuat. Terima kasih kepada media yang telah membuka mata dan telinga kami sehingga kasus ini bisa terkuak", ujar Amat Muktas.
Pantauan wartawan, RDP yang berlangsung hampir 3 jam semula nyaris berkutat pada hal-hal tehknis, bukan pada titik kemelut bansos.
Riuh tanggapan yang semula tak mengarah barulah berbalik setelah kordinator Komisi III Syarizal, SE menggarisbawahi bahwa titik hingar bingar bansos adalah persoalan selisih saldo dengan nilai komoditi yang diterima KPM.
Bertolak dari pertanyaan itu, pengakuan Syarkowi Hamid pun terdengar bahwa BUMD masih belajar dalam penyaluran bansos. "Baru satu bulan, kami juga masih belajar", sebutnya.
Syarkowi juga mengaku 'jualannya' tidak semua laku. Beras yang dipesan 200 ton hanya tersalurkan 140 ton karena menurutnya adanya pihak lain yang juga bertindak sebagai pemasok.
Uniknya, Syarkowi juga sempat menampik bahwa dana bansos bukan uang negara melainkan uang dagang, namun ucapan Syarkowi enteng ditepis Amat Muktar. "Ya itu persepsi bapak", sebutnya.
Melihat proses penyaluran bansos adanya pihak yang membuat kebijakan diluar kewenangan, akhirnya Komisi III merekomendasikan agar pihak yang terkait penyaluran bansos untuk mematuhi Pedoman Umum (Pedum).
PT. Pembangunan Bahtera Berjaya sebagai pemasok sembako ke e-warong dinilai telah mencederai kepercayaan sebagai pemasok sehingga menimbulkan persoalan di Batubara.
Selanjutnya Komisi III akan memanggil pihak Bank Mandiri untuk mengevaluasi keberadaan e-warong serta evaluasi TKSK di Batubara.
Terkait selisih nilai sembako yang diterima KPM akan disampaikan kepada Inspektorat untuk dilakukan audit yang tembusannya disampaikan ke BPK Sumut.
Usai RDP, Amat Muktas mengatakan, berdasarkan pantauannya kekurangan saldo yang diterima KPM berkisar Rp 45 ribu hingga Rp 50 ribu / KPM. Selisih harga yang dinilai melebihi batas kewajaran merupakan indikasi korupsi, tegasnya. (RL)
.jpg)





