Sumut

Prof. Syahrin, Pejuang Pendidikan, yang Dicurigai Menteri

post-img
Foto : Prof. Dr. Syahrin Harahap, MA saat diwawancarai wartawan Waspada TV

LDberita.id - Roman wajah Prof.Dr.Syahrin Harahap, MA tampak sumringah. Kedua kelopak matanya terlihat bening. Denyut jantungnya berdebar cepat. Hatinya tenang karena diselimuti rasa kebahagiaan, sebagai wujud kemenangan dari lelahnya sebuah perjuangan. Hasil akhir dari angan-angan yang telah terpatri sejak dalam buaian.

Maklum, hari itu, Jumat 11 Maret 2022, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara itu, dinugerahi dan dinobatkan sdebagai tokoh “Pejuang Pendidikan” oleh Dewan Harian Nasional (DHN) Badan Pembudayaan Kejuangan 45. Acaranya berlangsung di aula Tengku Rizal Nurdin kantor Gubernur Sumatera Utara,

“Saya bersyukur dan bahagia, karena memang itu keinginan saya sejak kecil. Allah mengabulkan doa saya" kata prof. Syahrin dalam bincang-bincang dengan Waspada TV, Rabu (16/3/2022) malam di ruangan kerja Rektor UIN Sumut Jalan Sutomo Medan.

Ya. Bila merujuk ke belakang, wajar memang kalau Prof.Syahrin menyandang anugerah tersebut. Pria yang lahir 61 tahun lalu di Garoga, Padang Lawas Utara (Paluta) itu, agak aneh bila dibanding dengan teman sebayanya. Bayangkan, waktu itu, Syahrin kecil tetap menyebut dia akan menjadi Profesor, kepada siapa saja yang bertanya tentang cita-citanya,

“Padahal, saya sendiri nggak tahu apa arti Profesor itu. Yang saya tahu, Profesor itu adalah orang pintar dan hebat, “ ujar Prof. Syahrin yang juga Ketua Umum Panitia Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) ke-38 tingkat Provinsi Sumatera Utara.

Kecurigaan Menteri

Tak heran, karena terinspirasi bahwa Profesor itu adalah hebat, Syahrin kecil sangat giat belajar.  Kepintarannya sudah terlihat sejak Syahrin masih duduk bangku Sekolah dasar (SD). Melihat kepintaran Syahrin, guru-gurunya pun takjub. Syahrin lah satu-satunya murid SD di sekolahnya yang naik kelas sampai dua kali dalam setahun.

Kepintaran Syahrin juga terlihat ketika ia bergelut di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Medan. Syahrin berkutat terus dalam dunia pendidikan sampai akhirnya mendapat gelar Doktor. Syahrin memang luar biasa. Ketika ia masih golongan III/D, Syahrin mampu langsung melompat mendapatkan gelar Guru Besar atau Profesor.

Lompatannya itu membuahkan kecurigaan di Kementerian. Pihak-pihak yang berwenang tak yakin dengan perestasi Syahrin itu. Kementerian pun membentuk tim untuk memeriksa “loncatan” Syahrin tersebut. Hasilnya, pihak Kementerian pun mengakui kehebatan Syahrin. Gelar Profesor yang disandang Syahrin memang benar-benar wujud dari kerja keras dan kesungguhannya. Saya bersyukur, akhirnya cita-cita menjadi Profesor berhasil, tambah kakek tiga cucu ini.

Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan S3 nya di Jakarta, kiprah Syahrin dalam dunia pendidikan terus berkibar. Dalam sehari terkadang Syahrin menjadi narasumber di tiga acara seminar, di samping kesibukannya menjadi dosen di UIN Sumut. Tak hanya seminar dalam negeri, tapi juga seminar Internasional yang diselenggarakan di luar negeri.

Mungkin karena itu pula, pada 2017 lalu, Perdana Menteri Thailand menganugerahkan dan menobatkan Prof. Dr. Syahrin Harahap, MA sebagai salah satu tokoh yang mempersatukan di Asia Tenggara. Sebuah perestasi yang tak bisa digapai semua orang. Perlu keilmuan, keseriusan dan keberanian dalam menggagas ide-ide.

Tepat pada 6 Nopember 2020 sekitar pukul 10.00 Wib, Prof.Dr.Syahrin Harahap MA, memulai sejarah baru dalam hidupnya. Saat itu, Menteri Agama RI, Fakhrurrozi, menetapkan dan melantiknya menjadi Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sumut priode 2020-2024. Pria bersahaja dan lembut ini pun harus menggeluti fase baru untuk menghiasi cita-citanya. Fase yang penuh tantangan, antara pikiran dan kenyataan.

Pengangkatan dan penetapan Prof. Syahrin ini menjadi Rektor pun sebenarnya kelihatan aneh. Biasanya yang menjadi Rektor itu adalah akademisi birokrat kampus. Sedangkan Prof Syahrin adalah seorang ilmuwan. “ Jabatan Rektor itu amanah, jadi harus dijaga," tegas Prof. Syahrin.

Kebahagiaan memang terpancar di raut wajahnya. Maklum, dari segi karier, sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), tentu ini merupakan jenjang terrtinggi yang telah diraihnya. Namun, di balik sorot matanya yang tajam, jelas tersimpan beban berat yang harus dijalaninya untuk sebuah cita-cita dalam dunia pendidikan, yang telah puluhan tahun digelutinya.

Ketika sekitar 4 bulan ia menjabat Rektor UIN Sumut, ada beberapa programnya yang menyentak public. Antaranya, merevitalisasi anggaran, mendirikan Profesor Corner sebagai medium merawat warisan (legacy) para guru besar UIN Sumut, mendirikan Academic Writing Center (AWC) untuk memperkuat kualitas publikasi ilmiah civitas akademik kampus, kemudian mengoperasionalkan museum Alquran dan Peradaban Islam UIN Sumut.

Sebagai penggagas Wahdah al’ulum, sebuah metodologi keilmuan, Prof. Syahrin memang banyak berkutat pada pengembangan keilmuan dan peradaban. Moderasi beragama misalnya. Prof. Syahrin terus mensosialisasikannya melalui berbagai seminar dan ceramah, sehingga moderasi beragama yang digagasnya itu kini menjadi pemikiran yang berkembang di Sumatera Utara dan Indonesia.

Kepedulian Pemkab

Setelah setahun menjabat Rektor UIN Sumut dengan berbagai terobosan yang dilakukannya, Prof. Syahrin bisa sedikit tersenyum. Ternyata, berdasarkan hasil survey, peminat masyarakat untuk kuliah di UIN Sumut, membludak tajam. Dari dua pintu untuk masuk ke UIN Sumut, mahasiswa yang mendaftar mencapai 12 ribu orang. Sedangkan UIN Sumut membuka lima pintu masuk. Padahal yang diterima setiap tahunnya hanya sekitar 7000 mahasiswa,

“Makanya kita prioritaskan yang masuknya secara nasional. Jadi calon mahasiswa lokal itu bisa mengisi kampus-kampus Islam swasta," jelas Prof. Syahrin.

Kini, UIN Sumut mengelola enam kampus dengan aset Rp.3,4 triliun,  yang terletak di Jln Sutomo Medan, Jln Williem Iskandar, Pondok Surya, Tuntungan, Tebing Tinggi dan desa Sena Batang Kuis. Untuk yang disebut terakhir, direncanakan akan dibangun kampus Fakultas Kedokteran dan gedung perkuliahan terpadu.

Sebenarnya, ada kebahagiaan lain yang dirasakan Prof. Syahrin. Sejak ia menjabat Rektor UIN Sumut, banyak masyarakat dan pemerintah daerah yang memberi dukungan penuh. Antaranya, Pemko Tebing Tinggi telah memberikan hibah gedung perkuliahan, Pemkab Labuhan Batu juga memberikan hibah untuk lahan kampus. Belakangan, Pemkab Tapanuli Tengah juga menawarkan tiga hektare tanah di tepi laut untuk dibangun observatorium.

Melihat perkembangan pendidikan ini, Prof Syahrin teringat dengan ungkapan seorang guru besar Jerman yang bertemu dengannya beberapa waktu lalu. “ Indonesia adalah raksasa yang sedang bangkit. Sebab, anak-anak Sumatera Utara ini belajar dan menuntut ilmu di semua Benua yang ada dunia ini.

Modernisasi Pendidikan

Pemikiran modern Prof.Syahrin Harahap ini telah diuji dalam sebuah karya ilmiah. Ridwan Harahap, mahasiswa Fakulktas Agama Islam (FAI) Universitas Alwashliyah Medan, telah mengangkatnya sebagai judul skripsi. Dan pada 12 Nopember 2011, ia dinyatakan lulus dengan nilai A, dalam sidang munaqosyah.

Berdasarkan penelitian Ridwan, Syahrin termasuk tokoh yang sangat peduli terhadap dunia pendidikan, khususnya pendidikan Islam. Sebab ada beberapa aspek dari pendidikan yang perlu dimodernisasi demi kemajuan dan relevansinya di zaman modern.

Aspek landasan filosofinya, dimana pendidikan ke depan dijalankan pada falsafah rational- theocentric.Syahrin menekankan agar umat Islam lebih obyektif dalam memandang Barat. Sebab, Barat itu tidaklah selamanya jahat dan jelek. Ia memiliki prinsip bahwa yang mesti diadopsi oleh umat Islam saat ini adalah peradaban Baratnya (hadharah, civilization) yang bersifat global dan universal. Bukan kebudayaan mereka (saqafah, culture) yang bersifat lokal dan sering kali jelek, jahat, kejam dan menyebalkan.

Prof Dr Syahrin Harahap MA menekankan pemahaman bahwa satu-satunya sumber ilmu pengetahuan bagi manusia adalah Allah SWT. Pandangan ini dianggap penting sebagai antisipasi terhadap munculnya sikap antroposentrik dan bahkan terpisahnya seorang penuntut ilmu (anak didik) dari fitrah dan bahkan dari Tuhannya,

Disamping itu, Syahrin menekankan agar semua ilmu yang ada di jagad raya harus dipandang sebagai milik Allah. Kesimpulan lain yang dikemukakan Ridwan bahwa Syahrin menekankan perlunya optimalisasi fungsi akal dan kalbu secara seimbang. Namun, agar tidak terjadi kebablasan dalam penggunaan akal (berpikir) perlu diseimbangkan dengan pendayagunaan hati (perasaan) sekaligus.

Syahrin menggariskan guru harus senantiasa akrab dengan informasi media yang aktual, guru harus mampu memahami lapangan kerja dan senantiasa memotivasi siswanya untuk berwirausaha, guru harus senantiasa menjalin kerjasama dengan orang tua siswa demi keberhasilan proses belajar mengajar, guru harus mampu bertanggung jawab dan mengarahkan pendidikan pada penegakan dasar moral keagamaan, sehingga anak didik mampu membedakan antara yang baik dan jahat.

Guru harus mengubah pola hubungannya dengan murid, yaitu hubungan yang berdasarkan hati nurani, bukan berdasarkan materi semata. Menurut Syahrin juga perlu dilakukan integrasi ilmu pada setiap kurikulum pendidikan, dimana ia harus mencerminkan keterpaduan antara ilmu-ilmu umum dan agama. Sebab, semua ilmu itu pada hakikatnya sama, yaitu ilmu Islam, yang bersumber dari Allah dan keduanya sama cepatnya mengantarkan manusia kepada kemajuan. (Tim)

Berita Terkait