Sumut

Pancasila Untuk Pemuda Inovatif Dan Unggul Menuju Indonesia Produktif

post-img
Foto : Oleh: Bhimo Adrian Abimayu (Siswa Kelas XI IPS 1 – SMAS Harapan Mandiri, Medan)

Medan - (LDberita) Sejatinya, sungguh banyak harapan dan keyakinan ditumpukan pada para pemuda. Ir. Soekarno, pendiri dan proklamator kemerdekaan Indonesia, pernah berucap, “Berikan aku seribu orang tua, akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku satu pemuda, niscaya kuguncangkan dunia.” Pada kesempatan lain, beliau kembali mengulangi keyakinan tersebut dalam ungkapan yang tak jauh berbeda maknanya, “Seribu orang tua hanya bisa bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia.”Mengingat jumlah pemuda yang, menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2019, sebanyak 64,19 juta jiwa atau setara dengan 25% populasi penduduk Indonesia, jelas bahwa potensi serta peran pemuda amat menentukan perjalanan bangsa. Jika para pemuda terus bergiat mengembangkan keunggulan dan inovasi, maka produktivitas dan kemajuan bangsa pun dipastikan tak lagi bak panggang yang terlalu jauh dari api.

Sayangnya, hingga kini, masih banyak permasalahan yang melingkupi para pemuda di negeri ini, mulai dari maraknya kekerasan oleh geng, hingga maraknya pornografi dan pornoaksi. Untuk mengatasi belitan masalah yang memberatkan langkah pemuda Indonesia meningkatkan daya saingnya, maka perlu dikembangkan kesadaran bahwa hidup adalah sebuah pilihan yang harus didahului pertimbangan matang.
Satu pilihan tepat dapat menghasilkan terobosan (inovasi) yang membuka peluang menuju kegemilangan. Sebaliknya, pilihan keliru bisa menyebabkan keterpurukan, bahkan kehancuran. Untuk itu, para pemuda selayaknya berpaling kembali pada keluhuran Pancasila, sebagai pedoman dalam menentukan pilihan hidupnya. Nilai-nilai luhur Pancasila bukan hanya membantu menyelesaikan masalah, namun diyakini sanggup menggairahkan inovasi demi meningkatkan keunggulan juga daya saing menuju Indonesia produktif.

Pada Sila Ketuhanan Yang Maha Esa tersirat kepercayaan dan ketaqwaan dari segenap bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk itu, dalam berinovasi, kaum muda hendaknya selalu menjiwai ketentuanNya sebagai roh perubahan. Dalam ajaran Islam, secara umum, setiap umat Islam wajib mendukung kebaikan dan menegakkan kebenaran (amar ma’ruf nahi munkar). Inovasi, selama bertujuan mencapai produktivitas serta kemajuan, jelas merupakan hal baik, sehingga layak didukung. Lebih jauh lagi, bekerja dan berinovasi demi memastikan terpenuhinya kebutuhan yang memadai (al-had al kifayah) serta memakmurkan (al-’imarah) masyarakat merupakan kewajiban sakral (fardun muqaddas). Allah SWT mengingatkan pula kepada umatNya bahwa tidak ada batasan dalam berinovasi serta mewujudkan keunggulan, sepanjang tak bertentangan dengan ketetapannya.

Sebagaimana termuat dalam QS Ar-Rahman: 33, “Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.” Adapun wujud konkret dukungan Allah SWT terhadap inovasi bisa dicermati pada QS Al-Anbiya: 80, “Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu guna memelihara diri dalam peperanganmu.”
Ajaran Kristen pun meniscayakan adanya perubahan dan inovasi yang dimaksudkan sebagai wujud kasih terhadap sesama manusia. Sebagaimana digariskan oleh Hukum Kasih, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Ini senada dengan ajaran Buddha yang mengingatkan agar segala perbuatan, termasuk bekerja serta berinovasi, haruslah mampumemancarkan metta (kasih sayang dan cinta kasih) kepada semua makhluk agar mampu produktif tanpa pengecualian. Sementara itu, ajaran Hindu tak luput pula memberi dukungan pada inovasi menuju efisiensi juga produktivitas, “Wahai manusia, seperti kapal yang dibuat oleh para ahli untuk mudah menyeberangi lautan demikan pula buatlah dengan angin dan energi sehingga mampu melewati jalan dengan kapal dan pesawat tersebut, Oleh karena itu ciptakanlah beraneka jenis lalu lintas udara dan laut, sehingga mampu mengunjungi satu tempat ke tempat yang lain.
"(Rgveda 1.46.7).

Setelah mampu menghayati ajaran agama masing-masing sebagai pendorong inovasi dan penciptaan keunggulan, selanjutnya kaum muda perlu mengembangkan nilai universalisme agar dapat berinovasi dan bekerja bersama semua orang disertaikesediaan memandang yang lain dengan penghargaan, tanpa saling memaksakan kehendak, keyakinan, atau kepercayaan sendiri. Dengan demikian, takkan terjadi konflik yang menghambat kegairahan berinovasi menuju terwujudnya Indonesia produktif.Sebagai petunjuk keteladanan, tak berlebihan kiranya jika belajar dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang sejak tahun 1999 setia menjadi wadah perjuangan politik rakyat berdasarkan Pancasila, tanpa memandang sekat-sekat keberagaman.
Jika para pemuda belum mampu berinovasi seperti Khoirul Anwar, penemuprinsip/konsep dasar dengan dua Fast Fourier Transform (FFT) berpasangan yang digunakan dalam teknologi Long Term Evolution(LTE) atau 4G;maupun Muhammad Hanif Sugiyanto, sang pencipta iBlind yakni telepon genggam yang dapat mengubah pesan singkat ke dalam huruf braille sehingga memudahkan kaum tunanetra, tentu banyak lagi bentuk inovasi yang bisa dijalankan berbekal sedikit kerja keras. Para remaja yang berkecimpung dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) atau memiliki kepedulian pada masa depan kaum muda, misalnya, dapat membuat blog, baik dengan platform WordPress, Blogger, Kompasiana, BlogDetik, atau lainnya.
Bekerja sama dengan organisasi sayap PDIPyang mengakrabi dunia kepemudaan, yakni Taruna Merah Putih dan Banteng Muda Indonesia, blog tersebut kemudian diisi dengan beragam konten yang bertujuan menunjukkan peluang berwirausaha dan mewujudkan produktivitas melalui pemanfaatan bahan-bahan sederhana ataupun tersedia melimpah di lingkungan sekitar. Diharapkan, keberadaan blog akan mampu mencegah perilaku berisiko remajayang acap terjadi akibat ketiadaan aktivitas, sekaligus memampukan mereka untuk bergiat meningkatkan keunggulan serta produktivitas.

Sementara itu, Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab menegaskan pentingnya mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Maka, tentunya dibutuhkan inovasi sosial berwujud perubahan perilaku. Salah satunya adalah dengan berupaya mengenyahkan segala bentuk tindak kekerasan dari keseharian kaum muda. Kekerasan dimaksud bisa bersifat fisik (menampar, memukul, melukai, mencederai), psikologis (mengancam, menghina, mencaci, dan mengisolasi korban dari kontak sosial), ekonomi (memeras, menghalangi aktivitas ekonomi korban), maupun seksual (pelecehan, pemerkosaan).
Demi menyingkirkan tindak kekerasan, inovasi dapat dilakukan dengan membelokkan arah komunitas sebaya atau geng yang lazimnya bercorak kekerasan  (pelaku tawuran atau perkelahian) menjadi kelompok pendukung (support group) bagi kegiatan positif kaum muda, misalnya merintis kewirausahaan kreatif. Di sini, masing-masing anggota kelompok harus bisa memberikan dukungan yang positif terhadap anggotanya, bukan malah saling memojokkan atau mendorong melakukan perilaku menyimpang. Jika selama ini komunitas sebaya (geng) selalu memberikan dukungan kepada anggotanya agar melakukan hal-hal negatif dan menganggap hebat anggotanya yang mampu menyelesaikan tantangan ‘konyol’ dan ‘bodoh’, kini saatnya mengubah semuanya.Dukungan selayaknya diberikan pada kegigihan berinovasi ataupun ketekunan merintis kewirausahaan kreatif sebagai wujud tekad meraih keunggulan sejak dini. Yang perlu diingat bahwa dukungan positif tidak hanya bermanfaat untuk orang lain, tapi juga bagi diri sendiri karena memungkinkan adanya perenungan berkelanjutan demi membangkitkan motivasi menggapai produktivitas.
Adapun Sila Persatuan Indonesia mengingatkan setiap warga negara agar bersedia memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa. Bagaimanakah pergaulan dapat dimanfaatkan untuk mendukung inovasi dan tercapainya keunggulan? Inovasi lazimnya diawali keingintahuan atau ketidakpuasan, upaya mencari jawaban atau pemecahan, pengumpulan sumber daya demi memulai inovasi sebagai jawaban atau pemecahan, lantas diakhiri dengan menyebarluaskan inovasi agar diketahui serta nantinya dapat dimanfaatkan oleh sebanyak mungkin anggota masyarakat. Dalam pengumpulan sumber daya serta upaya menyebarluaskan inilah pergaulan menjadi sangat penting. Dengan pergaulan dan jejaring sosial yang luas, takkan sulit bagi seorang inovator untuk menghimpun sumber daya yang dibutuhkannya. Jejaring sosial pada gilirannya juga dapat menumbuhkan rasa percaya, saling memahami, saling mendukung, juga kesamaan nilai, sehingga turut mendukung ditemukannya inovasi serta terobosan-terobosan baru. Dan ketika inovasi telah mewujud, jejaring sosial kembali bisa dimanfaatkan sebagai media penyebarluasannya.

Berlanjut kemudian pada Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan yang menghendaki agar setiap warga negara mengutamakan musyawarah ketika hendak mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. Musyawarah demi mencapai mufakat pun haruslah senantiasa diliputi oleh semangat kekeluargaan. Acap terjadi, penciptaan inovasi ataupun keunggulan tak dapat dilakukan oleh segelintir inovator saja, sehingga membutuhkan kerja sama atau permusyawaratan dengan inovator lain dari berbagai bidang ilmu agar inovasi yang dihasilkan dapat berdaya guna tinggi. Ketika itulah, ego harus disingkirkan dan perbedaan pendapat pun mesti dicari titik temunya agar produktivitas bisa senantiasa ditingkatkan.
Seorang inovator dituntut pula untuk mampu menghasilkan beragam inovasi sesuai dengan aspirasi maupun kebutuhan masyarakat, sekaligus mendukung terwujudnya kemandirian serta produktivitas bangsa. Seorang inovator tidak boleh memaksakan kehendak atau bersikap seolah-olah paling memahami apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Jika terdapat kontroversi (perdebatan) terkait suatu inovasi, hendaknya dapat dimusyawarahkan dengan akal sehat, sesuai hati nurani yang luhur.

Sila terakhir Pancasila adalah Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. Salah satu perilaku yang dituntut oleh sila ini adalah suka memberikan pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri. Hal dimaksud tentunya, antara lain, dimungkinkan melalui inovasi kaum muda dalam mengembangkan keunggulan demi menyokong strategi pengentasan kemiskinan. Tak dapat disangkal bahwa program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan selama ini masih memperlihatkan sejumlah kekeliruan mendasar. Kekeliruan pertama adalah bahwa kebanyakan program penanggulangan kemiskinan lebih bercorak karitatif (kemurahan hati) ketimbang memupuk produktivitas. Sedangkan kekeliruan kedua ialah sebagian program penanggulangan kemiskinan masih memposisikan penduduk miskin sebagai obyek dan bukan subyek.
Mencermati sejumlah kekeliruan tersebut, kaum muda hendaknya jeli berinovasi, baik melalui organisasi kepemudaan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun PDIP sebagai partai “wong cilik”, untuk merumuskan program penanggulangan kemiskinan yang diarahkan agar penduduk miskin menjadi produktif sehingga perlahan mampu mengembangkan kemandirian. Penduduk miskin diberdayakan agar mampu menjadi subyek, yakni pelaku perubahan yang aktif terlibat menanggulangi kemiskinannya, sekaligus mengerahkan segenap potensi selaku aktor sosial berdaya.
Sebagai sosok modern yang terbuka terhadap perubahan dan senantiasa bergairah demi mencapai kemajuan, kaum muda sesungguhnya memiliki potensi mewujudkan produktivitas bangsa melalui penciptaan beragam inovasi dan keunggulan, baik material maupun sosial. Untuk itu, Pancasila dapat direvitalisasi agar menjadi energi pendorong dan pedoman yang dibutuhkan kaum muda. Semoga segera terwujud agar Indonesia produktif bukan hanya utopia, melainkan realisasi konsisten dari gambaran ideal.
 
Artikel ini ditulis untuk Mengikuti Lomba Penulisan Artikel bertema Bung Karno yang diadakan oleh DPD PDI Perjuangan Sumatera Utara dalam rangka Memperingati Bulan Bung Karno. (js)

Berita Terkait