Batubara

Asap Pekat Ancam Nyawa Warga Batu Bara, Gempal Sumut PT Lonsum Langgar UU Lingkungan Hidup & Kesehatan

post-img
Foto : Asap tebal yang menyembur setiap hari dari cerobong diduga milik Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik PT PP Lonsum Perk Dolok di Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara

LDberita.id - Batubara, Asap tebal yang menyembur setiap hari dari cerobong Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik PT PP Lonsum Perk Dolok di Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara, kini kian memuncak menjadi masalah serius yang mengancam kesehatan dan keselamatan warga sekitar. Bau menyengat, iritasi mata, hingga gangguan pernapasan sudah menjadi keluhan rutin masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan pabrik.

Alih-alih menghadirkan kesejahteraan, kehadiran pabrik tersebut justru menjelma menjadi "mesin racun" yang menekan kualitas hidup warga. Bahkan, beberapa warga menyebut kondisi ini seperti "diserang asap setiap hari tanpa perlindungan.

"Setiap pagi dan malam, kami harus menghirup asap yang sangat pekat. Kami tidak bisa menjemur pakaian, anak-anak sering batuk, dan mata perih. Seolah-olah kami dijadikan kelinci percobaan," ungkap seorang warga yang meminta namanya dirahasiakan, Senin (14/7/2025),

Menanggapi situasi memprihatinkan ini, Direktur Gerakan Masyarakat Peduli Alam (Gempal) Sumatera Utara, Rudi Harmoko, SH, menyampaikan kepada pemerintah daerah maupun pihak perusahaan. Ia menegaskan, polusi udara yang ditimbulkan pabrik bukan hanya persoalan teknis, tetapi juga bentuk nyata pengabaian terhadap hak asasi manusia untuk hidup sehat.

"Kami mendesak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumut serta Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Batu Bara segera turun tangan dan mengevaluasi total PKS PT Lonsum. Jangan biarkan warga dijadikan korban demi keuntungan segelintir orang," tegas Rudi.

Ia juga mengingatkan bahwa praktik semacam ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 69 ayat (1) huruf a yang melarang setiap orang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Selain itu, perusahaan juga dapat dijerat sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 98 UU tersebut, dengan ancaman penjara hingga 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar apabila terbukti dengan sengaja melakukan pencemaran yang menimbulkan kerugian bagi kesehatan masyarakat.

Tidak hanya itu, Rudi menegaskan bahwa persoalan ini juga melanggar Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, di mana Pasal 9 menegaskan setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat untuk mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya.

"Ketika pemerintah dan pihak perusahaan menutup mata, sama saja mereka membiarkan rakyatnya sakit pelan-pelan. Kami minta tindakan tegas, bukan hanya sekadar imbauan atau rapat seremonial," lanjut Rudi.

Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak PT PP Lonsum terkait keluhan masyarakat dan desakan evaluasi tersebut. Sementara itu, warga berharap pemerintah segera hadir dengan langkah konkret, termasuk kemungkinan penghentian sementara operasional pabrik hingga standar pengelolaan lingkungan dan kesehatan dipenuhi sepenuhnya.

Pencemaran udara bukan sekadar isu sepele ini adalah persoalan nyawa, hak hidup, dan keadilan lingkungan yang sudah diatur secara tegas oleh hukum.

Pemerintah dan penegak hukum dituntut segera turun tangan, sebelum semakin banyak warga menjadi korban "asap maut" yang tidak terlihat oleh para pengambil kebijakan." tandasnya. (tim)

Berita Terkait