Medan

Anggaran 3 Miliar Venue PON XXI Sumut Bermasalah, Formatsu Minta Kejagung Bertindak

post-img
Foto : Skandal dugaan korupsi dalam proyek Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI 2024 semakin mencuat setelah munculnya indikasi kuat adanya penyimpangan dalam berbagai pengadaan

LDberita.id - Medan, Skandal dugaan korupsi dalam proyek Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI 2024 semakin mencuat setelah munculnya indikasi kuat adanya penyimpangan dalam berbagai pengadaan.

Salah satu proyek yang menjadi sorotan utama adalah pembangunan venue di Sport Center Sumut, Kuala Namo, Deli Serdang, yang menelan anggaran hingga Rp 3 miliar.

Desakan terhadap Kejaksaan Agung RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut aliran dana proyek ini semakin menguat.

Koordinator Forum Masyarakat Sumatera Utara (Formatsu), Rudi Harmoko, SH, menegaskan bahwa dugaan korupsi dalam proyek ini telah menjadi temuan tim investigasi gabungan, termasuk Kejaksaan Agung RI yang melakukan operasi sejak 12 September 2024 lalu.

“Penyidik telah menemukan indikasi kuat bahwa ada permainan dalam sejumlah paket pengadaan, termasuk proyek pembangunan fasilitas penunjang di Sport Center Sumut,” ungkap Rudi saat ditemui di Jalan Hindu, Medan, beberapa hari lalu.

Modus penggelembungan anggaran dan manipulasi lelang." Berdasarkan temuan awal, dugaan korupsi ini berawal dari manipulasi persyaratan tender yang didesain untuk menguntungkan kelompok tertentu.

Salah satu syarat yang mencurigakan adalah kewajiban bagi kontraktor untuk memiliki pengalaman menangani proyek senilai minimal Rp 40 miliar.

Akibatnya, banyak vendor kecil yang berpotensi bersaing akhirnya tersingkir secara sistematis.

Pemenang tender proyek pembangunan venue di Sport Center Sumut adalah PT Duta Sumatera Perkasa, yang diduga melakukan kesepakatan di bawah meja dengan Dinas Pemuda dan Olahraga Sumut (Dispora Sumut), yang bertindak sebagai satuan kerja proyek tersebut.

Ironisnya, meskipun proyek ini telah menyedot anggaran sebesar Rp 3 miliar, kondisi gapura yang menjadi salah satu bagian dari venue tersebut sudah menunjukkan tanda-tanda kerusakan.

“Ini jelas kejanggalan besar. Dengan anggaran miliaran rupiah, seharusnya pembangunan dilakukan dengan kualitas terbaik, bukan dengan material di bawah standar yang akhirnya rusak sebelum acara dimulai,” tegas Rudi Harmoko. Sabtu (05/04/2025).

Merujuk pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, khususnya Pasal 30 Ayat (1), Jaksa Agung memiliki kewenangan dalam melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang merugikan negara. Selain itu, KPK berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU KPK, memiliki mandat untuk menangani perkara yang melibatkan dana besar serta pihak-pihak yang berkuasa.

Dugaan korupsi dalam proyek PON XXI, khususnya pembangunan venue di Sport Center Sumut, memenuhi kriteria yang dapat diusut oleh kedua institusi ini.

Indikasi penggelembungan anggaran, permainan tender, serta dugaan konspirasi dengan pejabat daerah menjadi dasar kuat untuk dilakukan penyelidikan mendalam.

Desakan untuk mengusut aliran dana proyek ini semakin kuat, terlebih setelah Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, menyinggung adanya ketidakterbukaan dalam pengelolaan dana PON XXI.

Bobby menyentil Kepala Dispora Sumut, M Mahfullah Pratama Daulay, dan Pj Sekda Sumut, Muhammad Armand Effendy Pohan, yang dinilai tidak berkoordinasi dengannya terkait pencairan dana bonus atlet dan pelatih.

“Jika kepala daerah saja tidak mendapat transparansi dari bawahannya, maka ini adalah alarm keras bagi penegak hukum.

Jaksa Agung harus segera bertindak dan membongkar skandal ini hingga ke akar-akarnya,” ujar Rudi Harmoko.

Dugaan korupsi dalam proyek PON XXI bukan sekadar penyimpangan administratif, tetapi telah merugikan masyarakat luas.

Dana triliunan rupiah yang seharusnya digunakan untuk mendukung ajang olahraga nasional justru berpotensi dikorupsi oleh segelintir elit.

Jika dibiarkan, kasus ini tidak hanya merusak integritas penyelenggaraan PON, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap tata kelola anggaran negara.

Masyarakat Sumatera Utara dan Aceh memiliki hak untuk mendapatkan transparansi penuh mengenai bagaimana dana PON XXI dikelola.

Oleh karena itu, Formatsu mendesak Kejaksaan Agung dan KPK untuk segera menindaklanjuti kasus ini dengan serius, memanggil pihak-pihak yang terlibat, serta menyeret para pelaku ke meja hijau.

Saat ini, harapan ada di tangan aparat penegak hukum. Akankah mereka benar-benar menjalankan tugasnya dengan profesionalisme dan keberanian."tandasnya. (Boy)

Berita Terkait